KOMPAS/REGINA RUKMORINI---Slamet Riyanto menunjukkan hidangan tahu gimbal buatannya, Selasa (23/6/2020), di warungnya yang terletak di Blabak, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Slamet Riyanto mengubah nasib dirinya dan orang lain lewat warung soto, kupat tahu, dan tahu gimbal. Warungnya kini memiliki 130 cabang. Sebagian mitranya adalah orang-orang yang pernah terkena PHK.
Jalan hidup Slamet Riyanto berubah sejak ia merintis usaha di usia 48 tahun. Slamet yang awalnya pekerja kini menjadi pemilik warung dengan 130 cabang. Sebagian mitranya adalah orang-orang yang sempat bingung karena terkena pemutusan hubungan kerja.
Slamet adalah pemilik warung Soto Semarang, Tahu Gimbal, dan Kupat Tahu Pak Slamet Ragil di Blabak, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Warung yang terletak di pinggir jalan Magelang-Yogyakarta itu tidak terlalu luas. Di dalamnya hanya ada lima meja besar masing-masing dilengkapi enam kursi. Selain itu, hanya ada meja panjang untuk memajang makanan.
Warung yang bersahaja itu kini memiliki 130 cabang di sejumlah daerah, mulai dari Aceh hingga Papua. Semua caban didirikan dengan sistem kemitraan, bukan sistem waralaba (franchise). ”Kalau pakai sistem franchise ada royalti yang mesti dibayar mitra. Itu membebani mereka, terutama yang baru merintis usaha,” ujar Slamet, di Blabak, Selasa (23/6/2020).
Slamet hanya mewajibkan mitra membeli bumbu inti darinya. Itu berlaku untuk semua mitra, baik yang baru merintis maupun yang sudah bertahun-tahun bekerja sama dan memiliki omzet ratusan juta per tahun.
Sebagian mitra Slamet adalah warga korban pemutusan hubungan kerja (PHK) yang ingin merintis usaha. Cabang pertama warung Slamet Ragil, misalnya, didirikan bersama temannya yang terkena PHK pada 2007. Saat itu, sang teman datang kepadanya dan curhat soal nasibnya.
Slamet menawari dia untuk bekerja sama membuka cabang warung Slamet Ragil. Tawaran itu diterima. Kebetulan sang teman memiliki tanah di Purworejo. Cabang pertama warung Slamet Ragil pun berdiri di kota itu.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI---Slamet Riyanto meracik hidangan di warungnya di Blabak, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Selasa (23/6/2020).
Untuk memastikan warung itu berjalan dengan baik, Slamet menginap di Purworejo selama beberapa hari untuk mengajari temannya cara memasak menu-menu utama dan cara melayani pembeli. Pendekatan itu dipakai oleh Slamet setiap kali membuka cabang baru. Jika pendampingan secara fisik tidak memungkinkan, ia mengirimkan video tutorialnya.
Ia juga bermitra dengan warga yang mengalami kesulitan ekonomi. Modal usaha untuk mereka diperoleh dari warga yang mampu. Dalam beberapa kasus, Slamet memberikan sebagian modal kepada warga yang pernah ia latih dan memiliki semangat tinggi untuk berwirausaha. ”Saya pernah membantu seorang perintis usaha muda yang punya semangat tinggi dengan menyediakan piring dan mangkuk,” katanya.
Slamet tidak pelit memberi ilmu. Orang-orang yang datang kepadanya untuk belajar wirausaha ia terima dengan tangan terbuka. Bahkan, sebagian ia terima magang di warungnya. Sejak 2008, sedikitnya dua kali dalam sebulan ia menjadi pembicara dalam seminar kewirausahaan yang digelar sejumlah lembaga di beberapa kota.
Ia tidak pernah mematok tarif sebagai pembicara. Ia bahkan menolak dibayar jika pengundangnya adalah komunitas yang tidak memiliki dana. ”Jangan sampai memaksakan diri patungan hanya demi membayar saya,” ujarnya.
Slamet yang aktif di media sosial rajin mengunggah foto-foto terbaru terkait aktivitas di warungnya. Hasilnya, warung Pak Slamet Ragil populer di kalangan pencinta soto, tahu gimbal, atau kupat tahu. Dari situ pula, sejumlah orang tertarik untuk menjadi mitra Slamet dalam berbisnis.
Di tengah pandemi seperti sekarang, Slamet kerap mengunggah foto pengunjung warung yang berjarak satu sama lain serta foto proses memasak yang memperhatikan protokol kesehatan dan kebersihan. Hal itu ia lakukan agar orang tidak khawatir datang ke warungnya.
Mengubah nasib
Sebelum membuka warung, Slamet bekerja sebagai karyawan bagian pemasaran selama 20 tahun di empat perusahaan. Ia juga pernah menjadi reporter radio dengan nama udara Ragil. Belakangan ia menyadari, meski bekerja puluhan tahun dengan jabatan lumayan, hasilnya belum mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. ”Tetap saja saya kesulitan membiayai anak kuliah,” ujarnya.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI---Slamet Riyanto mengubah nasibnya dan nasib orang lain lewat warung soto, kupat tahu, dan tahu gimbal di Magelang, Jawa Tengah.
Suatu hari, Slamet mengikuti seminar tentang kewirausahaan dengan salah satu pembicara Bob Sadino. Sepulang dari seminar, ia termotivasi untuk menjajal usaha sendiri. Ia teringat usaha warung soto milik ibunya yang laris manis, tetapi terancam terhenti karena tidak ada anak-anaknya yang berminat meneruskan usaha itu. Slamet memutuskan mengikuti jejak ibunya. Ia membuka warung Soto Pak Slamet di Blabak, Kecamatan Mungkid, pada 2007. Selama dua bulan pertama, warung itu handa menyediakan soto Semarang.
Slamet sempat bingung karena warung sepi meski telah dipromosikan dengan berbagai cara. Saat itulah, seorang temannya menyarankan kepada Slamet agar nama warung diubah menjadi warung Soto Pak Slamet Ragil. Tambahan nama Ragil ternyata menarik teman-teman lamanya untuk datang ke warung.
Sejak itu, warung tersebut ramai pengunjung. Dua tahun kemudian, ia memutuskan berhenti dari pekerjaannya di sebuah perusahaan dan memilih fokus menjalankan warungnya.
Teringat pekerjaannya dulu, Slamet memberi diskon khusus kepada para tenaga pemasaran yang mampir ke warungnya. ”Cukup menyebut kata kunci salesman, orang itu mendapat minuman gratis dan nasi lebih banyak dibandingkan pengunjung lain,” ujar Slamet yang juga memberi diskon khusus kepada penggemar sepeda dan kalangan pesantren.
Agar pengunjung tidak bosan, Slamet menambah beberapa menu, seperti tahu gimbal dan kupat tahu. Resepnya ia pelajari dari warung legendaris yang sudah lebih dulu ada. Kini, dua menu itu jadi andalan warungnya selain soto.
Belajar dari pengalamannya, Slamet mendorong orang lain untuk mengubah nasib lewat jalur berwirausaha. ”Saya berharap bisa membantu kelompok wirausaha dan UMKM bisa sukses dan mandiri,” katanya.
Slamet Riyanto
Lahir: Semarang, 3 Januari 1959
Istri: Wiwi Wayati (52)
Anak:
Tya Nandi Saputri (28)
Rio Rifky Prasetyo (27)
Ardian Ade Pristiyana (23)
Ardina Elly Elisa (22)
Pendidikan: Akademi Farming Semarang
Aktivitas: Asesor uji kompetensi kuliner dan jasa boga Badan Nasional Sertifikasi Profesi
Oleh REGINA RUKMORINI
Editor BUDI SUWARNA
Sumber: Kompas, 7 Juli 2020
No comments:
Post a Comment