ARSIP PRIBADI---Nicholas Molodysky memasak perkedel jagung di Sydney, Australia, Kamis (9/7/2020).
Bule, tetapi suka sekali melahap petai. Itulah Nicholas Molodysky (28), warga Australia dengan wawasan jembar soal kuliner dan budaya Nusantara. Indonesianis jenaka tersebut berbagi pengetahuan lewat buku dan medsos.
Wawasan Nicholas Molodysky (28) tentang kuliner Nusantara bisa jadi lebih luas dibanding orang Indonesia pada umumnya. Pengetahuan penulis, selebgram, dan koki yang akrab disapa Nick itu soal budaya Tanah Air pun tak kalah mumpuni. Padahal, ia warga Sydney, Australia.
Indonesianis tersebut mengulas kuliner secara mendalam, tidak sekadar rasa, tetapi juga kultur di belakangnya. Selain aktif di Instagram dan Youtube, pikiran suami Karina Santoso (28), warga Jakarta, itu dituangkan dalam buku Aneka Jajanan Pasar Klasik & Variannya tahun 2018.
Karya tersebut disusul Kuliner Khas Tionghoa di Indonesia tahun 2019. Ayah Zoe Molodysky (3) itu fasih berbahasa Indonesia. Ia pun sigap menyebutkan beberapa rumah makan kesukaannya di Indonesia. Berikut petikan wawancara dengan Nick.
Mengapa tergila-gila dengan kuliner Indonesia?
Awalnya belajar bahasa Indonesia, tetapi hobi masak juga jadi nyampur. Terus, kuliner Indonesia itu ternyata dalam banget. Pertama, yang standar. Rendang, mi goreng, dan nasi goreng. Pas tahu banyak makanan, makin tertarik. Yang benar-benar bikin tertarik itu makanan daerah. Banyak varian. Dari situ mulai eksplorasi.
ARSIP KARINA SANTOSO---Nicholas Molodysky bersama anaknya, Zoe Molodysky, membuat tempe.
Pertama kali tertarik dengan Indonesia?
Aku les privat bahasa sama mahasiswa di Sydney. Di sekolah, aku cuma belajar bahasa baku. Pengin juga bisa bahasa sehari-hari. Di sekolah enggak bisa ngobrol sama orang Indonesia. Kaku. Jadi, pengin lebih dalam supaya nilai di sekolah bertambah. Pengin jadi juara satu, niat. Jadi, bayar ekstra.
Dari banyak negara, mengapa tertarik dengan Indonesia?
Orang Indonesia sangat nasionalis. Bangga budaya daerahnya dan punya makanan sendiri-sendiri. Budayanya betul-betul banyak. Negara lain di Asia enggak seberapa budayanya dibandingkan dengan Indonesia. Aku sudah cari tahu.
Makanan Indonesia pertama yang dicicipi?
Waktu SD, goreng kerupuk mi dan tempe. Murid-murid bawa kerupuk ke kelas minimal 20 varian. Ada yang segede mangkuk.
Makanan Indonesia favorit?
Semua yang pakai petai, ha-ha-ha.... Bau? Triknya minum kopi. Eh, petai itu enggak sebau blue cheese (keju biru), lho. Itu malah bau kaki. Kalau orang mikir bau petai, aku terima.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN--Nick Molodysky, selebgram asal Australia yang mencintai masakan Indonesia, difoto secara virtual dari rumahnya di Sydney, Australia, Kamis (9/7/2020).
Ada motivasi di balik kesukaan dengan Indonesia?
Banyak temanku orang Indonesia. Pengalamanku, budaya daerah kurang dilestarikan. Motivasiku melestarikan budaya lewat makanan. Harapanku, generasi muda juga melestarikannya. Justru yang kurang dikenal harus dimunculkan ke permukaan. Juga supaya orang tahu makanan daerah lain. Di Riau, ada suku Ocu. Banyak orang enggak tahu makanannya. Budaya itu harus jadi pengetahuan yang lebih umum.
Mana kota favorit Nick di Indonesia?
Jayapura. Kota paling timur Indonesia yang pernah kukunjungi. Bagus banget. Kecil, tetapi luar biasa. Aku masak papeda. Diaduk saja. Lengket. Sebenarnya bingung karena aku baru tahu papeda cuma dituangi air panas, diaduk, tiba-tiba jadi. Wangi banget. Aku pernah makan di Jakarta, tetapi enggak sewangi itu. Makan ikan louhan juga. Padahal, buat orang Tionghoa, itu lambang keberuntungan. Kupikir, enggak salah, nih. Eh, manis, lho. Enak.
Kalau berwisata, Nick tidak hanya ke rumah makan?
Betul. Itu paling penting. Aku paling suka lihat yang tradisional dan bertahan. Tahun 2019, aku ke Singaraja, Bali. Ada semacam serabi namanya laklak. Umumnya berwarna hijau diisi gula. Terus, aku naik mobil sejam, variannya sudah beda. Bikin aku senang banget budaya Indonesia. Masih di Bali, tetapi ada bedanya.
Jual makanan Indonesia di Sydney?
Dulu, 1,5 tahun sampai 2015, sebelum Zoey (panggilan Zoe) lahir. Jajanan pasar, rujak juhi, sama asinan bogor dan jakarta. Asinan buah potong dengan kerupuk dan kuah pedas atau saus kacang. Bisa tiga jam doang goreng kerupuk. Bikin trauma. Menarik, tapi enggak kangen, ha-ha-ha.... Paling laris asinan dan rujak juhi. Kalau kue, seperti lapis, talam, dan lemper. Aku dan Karina volunter organisasi Indonesia untuk manula. Pensiunan. Aku belum kerja. Kami jualan di grup Facebook atau setiap Jumat. Aku jual dua hingga tiga potong kue per kotak, harganya 2,5 dollar Australia (sekitar Rp 25.000). Sekarang, enggak sempat. Aku kerja di klinik. Bagian administrasi.
Bule di Sydney suka makanan itu?
Ada yang suka dan enggak. Pembeli biasanya mereka yang menikah dengan bule. Seharusnya, aku ngaku Karina yang bikin. Kalau bule yang masak, mereka pikir rasanya kurang pas. Namun, banyak juga yang enggak tahu pembuatnya, lalu suka. Aku pengin mengadakan sekolah masak. Sayang kalau cuma jual makanan, tetapi konsumen enggak tahu kisah di baliknya.
Kapan bikin buku baru?
Ada dua konsep. Aku pengin buku baruku berbahasa Inggris cuma enggak tahu pasarnya ada atau enggak. Buku lainnya, aku mau mengulas lebih banyak budaya Indonesia timur.
Buku itu terjemahan buku yang sudah ada atau baru?
Baru. Soalnya sedikit bule suka jajanan pasar. Kenyalnya enggak menarik. Makanan yang diulas pun rendang atau nasi goreng lagi. Promosi budaya seluruh Indonesia itu penting. Enggak cuma dua makanan itu yang diputar-putar. Aku enggak mau bule tahu makanan itu-itu doang. Bahas nasi goreng pun mau kasih tahu apa? Sunda atau Jawa? Kalau enggak ngerti konsepnya, percuma. Bagaimana kalau turis ke restoran Sunda terus kencurnya banyak banget. Mereka bakal bingung ada bau kencur. Aku pengin buku yang menjelaskan makanan sejumlah daerah supaya bule bisa lihat Indonesia yang kaya budaya.
Kapan buku baru diluncurkan?
Aku fokus supaya Karina mengandung anak kedua dulu. Tunggu Covid-19 juga. Banyak orang kerja dari rumah, aku malah disuruh masuk setiap hari. Enggak ada waktu.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN---Nick Molodysky, selebgram asal Australia yang mencintai masakan Indonesia, difoto secara virtual dari rumahnya di Sydney, Australia, Kamis (9/7/2020).
Zoe sudah sangat tertarik dengan Indonesia?
Dia suka banget masak. Zoey punya dapur mainan kecil. Dia terlalu rajin pegang pisau. Bikin aku deg-degan setengah mati. Pernah, dia ambil kerupuk. Mentah, tetapi dipikirnya bisa dimakan. Sok-sok bikin bubur kacang hijau. Di otak dia, sih, matang cuma pas dikasih ke orangtuanya dilepehin, ha-ha-ha....
Apakah Nick juga menumbuhkan minat Zoe terhadap kuliner Indonesia?
Itu, kan, yang kami makan di rumah. Dia cuma ikut makan. Zoey doang kayaknya di daerah ini yang bangun pagi makan nasi sama telur. Dia harus bisa bahasa Indonesia. Aku banyak bantu. Banyak orang Indonesia di Sydney enggak ngajarin anaknya bahasa Indonesia karena mikirnya kayak kurang keren. Kalau bisa dua bahasa, kenapa enggak. Zoey harus bisa berbahasa ala kamus, tapi juga sehari-hari.
Karina juga hobi juga kuliner?
Suka banget. Dia dapur uji coba. Kalau masakanku lulus diuji Karina baru diunggah ke medsos. Kalau enggak, katanya, ”Huh, lo ngapain, Nick. Sori, enggak enak,” ha-ha-ha…. Kalau libur sama keluarga Karina di Jakarta, aku bisa naik 15 kilogram (kg). Pertama kali ketemu keluarga Karina, kami pulang hari ke Bogor. Makan doang, tapi aku naik 4 kg.
Oleh DWI BAYU RADIUS
Editor: NUR HIDAYATI
Sumber: Kompas, 14 Juli 2020
Bule, tetapi suka sekali melahap petai. Itulah Nicholas Molodysky (28), warga Australia dengan wawasan jembar soal kuliner dan budaya Nusantara. Indonesianis jenaka tersebut berbagi pengetahuan lewat buku dan medsos.
Wawasan Nicholas Molodysky (28) tentang kuliner Nusantara bisa jadi lebih luas dibanding orang Indonesia pada umumnya. Pengetahuan penulis, selebgram, dan koki yang akrab disapa Nick itu soal budaya Tanah Air pun tak kalah mumpuni. Padahal, ia warga Sydney, Australia.
Indonesianis tersebut mengulas kuliner secara mendalam, tidak sekadar rasa, tetapi juga kultur di belakangnya. Selain aktif di Instagram dan Youtube, pikiran suami Karina Santoso (28), warga Jakarta, itu dituangkan dalam buku Aneka Jajanan Pasar Klasik & Variannya tahun 2018.
Karya tersebut disusul Kuliner Khas Tionghoa di Indonesia tahun 2019. Ayah Zoe Molodysky (3) itu fasih berbahasa Indonesia. Ia pun sigap menyebutkan beberapa rumah makan kesukaannya di Indonesia. Berikut petikan wawancara dengan Nick.
Mengapa tergila-gila dengan kuliner Indonesia?
Awalnya belajar bahasa Indonesia, tetapi hobi masak juga jadi nyampur. Terus, kuliner Indonesia itu ternyata dalam banget. Pertama, yang standar. Rendang, mi goreng, dan nasi goreng. Pas tahu banyak makanan, makin tertarik. Yang benar-benar bikin tertarik itu makanan daerah. Banyak varian. Dari situ mulai eksplorasi.
ARSIP KARINA SANTOSO---Nicholas Molodysky bersama anaknya, Zoe Molodysky, membuat tempe.
Pertama kali tertarik dengan Indonesia?
Aku les privat bahasa sama mahasiswa di Sydney. Di sekolah, aku cuma belajar bahasa baku. Pengin juga bisa bahasa sehari-hari. Di sekolah enggak bisa ngobrol sama orang Indonesia. Kaku. Jadi, pengin lebih dalam supaya nilai di sekolah bertambah. Pengin jadi juara satu, niat. Jadi, bayar ekstra.
Dari banyak negara, mengapa tertarik dengan Indonesia?
Orang Indonesia sangat nasionalis. Bangga budaya daerahnya dan punya makanan sendiri-sendiri. Budayanya betul-betul banyak. Negara lain di Asia enggak seberapa budayanya dibandingkan dengan Indonesia. Aku sudah cari tahu.
Makanan Indonesia pertama yang dicicipi?
Waktu SD, goreng kerupuk mi dan tempe. Murid-murid bawa kerupuk ke kelas minimal 20 varian. Ada yang segede mangkuk.
Makanan Indonesia favorit?
Semua yang pakai petai, ha-ha-ha.... Bau? Triknya minum kopi. Eh, petai itu enggak sebau blue cheese (keju biru), lho. Itu malah bau kaki. Kalau orang mikir bau petai, aku terima.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN--Nick Molodysky, selebgram asal Australia yang mencintai masakan Indonesia, difoto secara virtual dari rumahnya di Sydney, Australia, Kamis (9/7/2020).
Ada motivasi di balik kesukaan dengan Indonesia?
Banyak temanku orang Indonesia. Pengalamanku, budaya daerah kurang dilestarikan. Motivasiku melestarikan budaya lewat makanan. Harapanku, generasi muda juga melestarikannya. Justru yang kurang dikenal harus dimunculkan ke permukaan. Juga supaya orang tahu makanan daerah lain. Di Riau, ada suku Ocu. Banyak orang enggak tahu makanannya. Budaya itu harus jadi pengetahuan yang lebih umum.
Mana kota favorit Nick di Indonesia?
Jayapura. Kota paling timur Indonesia yang pernah kukunjungi. Bagus banget. Kecil, tetapi luar biasa. Aku masak papeda. Diaduk saja. Lengket. Sebenarnya bingung karena aku baru tahu papeda cuma dituangi air panas, diaduk, tiba-tiba jadi. Wangi banget. Aku pernah makan di Jakarta, tetapi enggak sewangi itu. Makan ikan louhan juga. Padahal, buat orang Tionghoa, itu lambang keberuntungan. Kupikir, enggak salah, nih. Eh, manis, lho. Enak.
Kalau berwisata, Nick tidak hanya ke rumah makan?
Betul. Itu paling penting. Aku paling suka lihat yang tradisional dan bertahan. Tahun 2019, aku ke Singaraja, Bali. Ada semacam serabi namanya laklak. Umumnya berwarna hijau diisi gula. Terus, aku naik mobil sejam, variannya sudah beda. Bikin aku senang banget budaya Indonesia. Masih di Bali, tetapi ada bedanya.
Jual makanan Indonesia di Sydney?
Dulu, 1,5 tahun sampai 2015, sebelum Zoey (panggilan Zoe) lahir. Jajanan pasar, rujak juhi, sama asinan bogor dan jakarta. Asinan buah potong dengan kerupuk dan kuah pedas atau saus kacang. Bisa tiga jam doang goreng kerupuk. Bikin trauma. Menarik, tapi enggak kangen, ha-ha-ha.... Paling laris asinan dan rujak juhi. Kalau kue, seperti lapis, talam, dan lemper. Aku dan Karina volunter organisasi Indonesia untuk manula. Pensiunan. Aku belum kerja. Kami jualan di grup Facebook atau setiap Jumat. Aku jual dua hingga tiga potong kue per kotak, harganya 2,5 dollar Australia (sekitar Rp 25.000). Sekarang, enggak sempat. Aku kerja di klinik. Bagian administrasi.
Bule di Sydney suka makanan itu?
Ada yang suka dan enggak. Pembeli biasanya mereka yang menikah dengan bule. Seharusnya, aku ngaku Karina yang bikin. Kalau bule yang masak, mereka pikir rasanya kurang pas. Namun, banyak juga yang enggak tahu pembuatnya, lalu suka. Aku pengin mengadakan sekolah masak. Sayang kalau cuma jual makanan, tetapi konsumen enggak tahu kisah di baliknya.
Kapan bikin buku baru?
Ada dua konsep. Aku pengin buku baruku berbahasa Inggris cuma enggak tahu pasarnya ada atau enggak. Buku lainnya, aku mau mengulas lebih banyak budaya Indonesia timur.
Buku itu terjemahan buku yang sudah ada atau baru?
Baru. Soalnya sedikit bule suka jajanan pasar. Kenyalnya enggak menarik. Makanan yang diulas pun rendang atau nasi goreng lagi. Promosi budaya seluruh Indonesia itu penting. Enggak cuma dua makanan itu yang diputar-putar. Aku enggak mau bule tahu makanan itu-itu doang. Bahas nasi goreng pun mau kasih tahu apa? Sunda atau Jawa? Kalau enggak ngerti konsepnya, percuma. Bagaimana kalau turis ke restoran Sunda terus kencurnya banyak banget. Mereka bakal bingung ada bau kencur. Aku pengin buku yang menjelaskan makanan sejumlah daerah supaya bule bisa lihat Indonesia yang kaya budaya.
Kapan buku baru diluncurkan?
Aku fokus supaya Karina mengandung anak kedua dulu. Tunggu Covid-19 juga. Banyak orang kerja dari rumah, aku malah disuruh masuk setiap hari. Enggak ada waktu.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN---Nick Molodysky, selebgram asal Australia yang mencintai masakan Indonesia, difoto secara virtual dari rumahnya di Sydney, Australia, Kamis (9/7/2020).
Zoe sudah sangat tertarik dengan Indonesia?
Dia suka banget masak. Zoey punya dapur mainan kecil. Dia terlalu rajin pegang pisau. Bikin aku deg-degan setengah mati. Pernah, dia ambil kerupuk. Mentah, tetapi dipikirnya bisa dimakan. Sok-sok bikin bubur kacang hijau. Di otak dia, sih, matang cuma pas dikasih ke orangtuanya dilepehin, ha-ha-ha....
Apakah Nick juga menumbuhkan minat Zoe terhadap kuliner Indonesia?
Itu, kan, yang kami makan di rumah. Dia cuma ikut makan. Zoey doang kayaknya di daerah ini yang bangun pagi makan nasi sama telur. Dia harus bisa bahasa Indonesia. Aku banyak bantu. Banyak orang Indonesia di Sydney enggak ngajarin anaknya bahasa Indonesia karena mikirnya kayak kurang keren. Kalau bisa dua bahasa, kenapa enggak. Zoey harus bisa berbahasa ala kamus, tapi juga sehari-hari.
Karina juga hobi juga kuliner?
Suka banget. Dia dapur uji coba. Kalau masakanku lulus diuji Karina baru diunggah ke medsos. Kalau enggak, katanya, ”Huh, lo ngapain, Nick. Sori, enggak enak,” ha-ha-ha…. Kalau libur sama keluarga Karina di Jakarta, aku bisa naik 15 kilogram (kg). Pertama kali ketemu keluarga Karina, kami pulang hari ke Bogor. Makan doang, tapi aku naik 4 kg.
Oleh DWI BAYU RADIUS
Editor: NUR HIDAYATI
Sumber: Kompas, 14 Juli 2020
No comments:
Post a Comment