Reza Abdul-Jabbar menjadi peternak sapi perah yang sukses di Selandia Baru. Sejak awal, dia memang tertarik dengan peternakan sehingga memilih jurusan kuliah sesuai dengan minatnya.
Siapa yang punya ketahanan pangan, dia jadi pemenang. Negara yang mampu mengontrol pangannya sendiri, mengalami imbas pandemi Covid-19 paling kecil. Pengusaha sekarang ingin bergerak di pangan, semua negara ingin menguasai. Kalau kita berdaulat penuh, akan menang.
Kalimat di atas meluncur dari Reza Abdul-Jabbar (45). Lelaki kelahiran Pontianak, Kalimantan Barat, ini banyak mengisi laman media sosial. Duta Besar RI untuk Selandia Baru Tantowi Yahya termasuk salah satu yang pernah menemui Reza di peternakan sapi perahnya dan mengunggah bincang-bincang mereka di kanal Youtube. Tantowi menyebut Reza sebagai peternak sapi Indonesia yang sukses di Selandia Baru.
Yang membuat dia menarik selain jenggotnya yang tebal dan panjang adalah keberhasilannya sebagai peternak sapi perah. Reza dan istrinya, Silvia, memiliki lahan 1.000 hektar dan 4.000 sapi perah di kawasan Awarua Wetlands, di ujung selatan Pulau Selatan, Selandia Baru.
Keberhasilan Reza melalui perjalanan sangat panjang, saat usianya belum genap 10 tahun. Sulung dari dua bersaudara itu saat ditanya ayahnya, Abdul Jabbar Wahab, mengatakan ingin bekerja mandiri seperti ayahnya yang pengusaha terkemuka dan tokoh masyarakat dari Kalimantan Barat. Ayahnya mengajak Reza mulai memikirkan bidang usaha apa yang kira-kira cocok dengan minatnya.
“Ayah mengatakan, bekerja paling nikmat adalah di bidang yang menjadi kesenangan kita. Bekerja menjadi seperti bermain. Bisa fokus karena ada passion,” tutur Reza Selasa (17/6/2020), di antara beda waktu lima jam antara Selandia Baru dan Jakarta. Melalui percakapan daring, Reza terdengar terbuka dan siap menjawab segala pertanyaan. Ini tampaknya menjadi salah satu modal yang membawa keberhasilan.
Merencana dan kerja keras
Kesuksesan Reza sebagai peternak sapi perah berkat perencanaan hidup dan kerja keras. Ayahnya memberi bayang-bayang bidang usaha peternakan kepada Reza kecil karena ketertarikan pada pertanian, peternakan, dan hewan peliharaan. Keduanya bersama-sama menemukan bahwa sekolah peternakan terbaik ada Selandia Baru. Maka Reza rajin belajar berbahasa Inggris, termasuk ke Singapura untuk mengisi tahun sela sekolah.
Tidak boleh ada waktu terbuang. Kelas 3 SMA dia selesaikan di Wellington, ibu kota Selandia Baru, agar dapat masuk ke universitas tanpa perlu kuliah persiapan. “Tahun 1990-an itu anak-anak teman-teman Ayah ambil jurusan bisnis atau komputer saat sekolah ke luar negeri,” tutur ayah dari tiga putri dan dua putra itu.
Pilihan Reza adalah Massey University. Kurikulumnya termasuk belajar bertani dan beternak rusa, domba dan sapi. Sesuai cita-cita, Reza mendalami peternakan sapi perah dari hulu hingga hilir dan menyelesaikan pendidikan S-3-nya di universitas sama.
Pernikahannya dengan Silvia, kelahiran Jakarta, yang dia kenal saat belajar di Massey, pada 1995 membuat Reza semakin fokus pada cita-cita menjadi peternak sapi.
Setelah lulus sarjana, dia bekerja di peternakan sapi perah, dipercaya menjadi manajer dan kemudian manajer senior. Kepercayaan itu tidak terlepas dari kerja keras Reza dan kesadaran bekerja bersama makhluk hidup. Dia siap bekerja 18 jam sehari, bangun pukul 03.00 pagi dan baru istirahat pukul 21.00, siap memberi minum susu anak-anak sapi yang baru lahir, bahkan saat musim dingin yang menggigit atau mengatasi musim kemarau panjang.
Krisis keuangan 1998 membuat Reza urung kembali ke Tanah Air. Kesempatan memiliki peternakan sendiri datang tahun 2004. Reza dan Silvia, seorang akuntan, mendapat tawaran mengelola peternakan seluas 300 hektar dengan 1.100 ekor sapi selama tiga tahun dengan cara bagi hasil separuh-separuh. Hasil kerja keras itu mereka wujudkan dengan membeli lahan peternakan seluas 300 hektar.
Kesempatan kedua datang ketika dia diminta mengelola peternakan dengan 1.900 ekor sapi pada tahun 2007 selama tiga tahun. “Itu kontrak bagi hasil 50:50 terbesar yang pernah ada di Selandia Baru saat itu,” tutur Reza. Praktis Reza dan Silvia menjalankan dua peternakan sapi perah. Hasilnya, tahun 2008 mereka bisa membeli lahan lagi seluas 110 hektar.
Berbagi ilmu
Setelah tahun 2010, bisnis sapi perah Reza dan Silvia seperti tak terbendung. Tidak ada masalah dalam pemasaran susu dengan menjadi anggota koperasi Fonterra yang dimiliki 1.000 peternak dan keluarganya.
ARSIP PRIBADI---Reza Abdul-Jabbar bersama istrinya Silvia merintis menjadi peternak sukses ketika tahun 2007 mendapat tawaran bagi hasil mengelola peternakan.
Mereka juga mengembangkan ternak madu dan mulai mengekspor bibit sapi perah dan mempertimbangkan industri pengolahan susu menjadi keju dan susu asam.
Keduanya juga merintis sertifikasi halal. Salah satunya membuat rendang halal bersama teman-teman sesama Muslim. “Rendang halal made in New Zealand,” kata Reza.
Reza juga rajin membagikan ilmunya. Saat sedang di Indonesia dia berkeliling ke berbagai perguruan tinggi. Di Selandia Baru, Reza dikenal sebagai ustadz yang dihormati. Berkat Reza berdiri mesjid pertama di Invercargill, kota besar tak jauh dari Awarua Wetlands, dan tersedia pemakaman untuk umat Islam. “Ini capaian besar. Reza adalah wajah Indonesia dan Islam yang membanggakan,” sebut Tantowi.
Reza dan Silvia tetap mempertahankan kewarganegaraan Indonesianya. Reza tetap bermimpi memiliki peternakan besar di Indonesia.
Dia menyebut, capaiannya saat ini karena ayah dan ibunya. Ayahnya yang tanpa memaksa mengarahkan Reza memahami cita-cita dan mengajarkan cara meraih cita-cita itu sehingga dia memiliki arah dan kepercayaan diri. Dari ibunya dia mendapat kasih sayang, cinta tak bersyarat yang menguatkan saat merasa lelah, patah.
Untuk anak-anaknya, Reza menginginkan mereka berkembang sesuai yang mereka inginkan. Putri pertamanya belajar hukum dan akuntansi, yang kedua ingin menjadi dokter, yang ketiga tertarik pada sains. Dengan latar belakang kelimuan berbeda-beda, Reza merasa keluarganya akan semakin kaya dalam komunikasi keluarga yang hangat. “Pengetahuan tentang peternakan sudah melekat karena mereka lahir dan besar di peternakan. Ilmu pengetahuan yang lain akan melengkapi,” ungkap Reza.
Mengenai prinsip bisnisnya, Reza meyakini harus melakukan yang tidak dikerjakan orang lain. “Berpikir without the box karena kalau berpikir out of the box masih terbatasi kotak,” tandasnya.
Dia menyebut, hanya ada dua jenis makhluk hidup. Jenis pertama, mengikuti arus saja dan baginya itu seperti makhluk mati. Jenis lain, melawan arus, seperti ikan trout melawan arus sungai. Semua pengalaman itu dia tuliskan dalam bukunya, Never Ending Hijrah dan Melawan Arus. Buku yang akan segera terbit Rantau Bertuah, mengajak anak muda berani merantau. Mereka yang berani merantau biasanya lebih ulet, lebih tahan banting.
Reza Abdul-Jabbar
Lahir : Pontianak, Kalimantan Barat, 1975
Istri: Silvia Abdul-Jabar
Anak : 5
Pendidikan: S-1, S-2 dan S-3 bidang sistem produksi susu sapi perah, Massey University, Selandia Baru
Oleh NINUK M PAMBUDY
Editor: MARIA SUSY BERINDRA
Sumber: Kompas, 27 Juni 2020
No comments:
Post a Comment