Monday, February 10, 2020

Bisnis Serba Beku

KOMPAS/PRIYOMBODO---Seorang karyawan menambah stok bahan makanan beku di pusat perbelanjaan ritel di kawasan Serpong Utara, Tangerang Selatan, Banten, Senin (2/12/2019).

Di tengah ”membekunya” mayoritas bisnis global, bisnis makanan beku masih tumbuh bagus. Dari tahun ke tahun, bisnis ini terus melejit kendati melambat pada tahun lalu dan tahun ini sebagai imbas pandemi Covid-19.

Pandemi Covid-19 membuat ekonomi dan beragam bisnis membeku. Bank Dunia menyebutkan, pertumbuhan ekonomi global pada 2020 terkontraksi minus 4,3 persen. Meski masih dibayangi ketidakpastian, ekonomi global pada 2021 diperkirakan tumbuh 4 persen. Artinya, angka itu masih belum bisa menutup ”kerugian” pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu.

Namun, di tengah ”membekunya” hampir mayoritas bisnis global, bisnis frozen food atau makanan beku masih tumbuh bagus. Dari tahun ke tahun, bisnis ini terus melejit kendati melambat pada tahun lalu dan tahun ini akibat imbas pembatasan sosial dan karantina wilayah untuk mengurangi laju pandemi Covid-19.

Fortune Business Insights menyebutkan, nilai pasar makanan beku global pada 2019 sebesar 146,79 miliar dollar AS. Nilai pasar ini diperkirakan akan meningkat menjadi 185,28 miliar dollar AS pada 2027 dengan tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR) 3,1 persen.

Sementara dalam laporan riset ”Frozen Food Global Market Report 2021: Covid-19 Impact and Recovery to 2030”, awal tahun ini, ReportLinker, sebuah perusahaan teknologi analisis data asal Perancis, memperkirakan, nilai pasar makanan beku global pada 2020 dan 2021 masing-masing sebesar 167,34 milliar dollar AS dan 174,4 miliar dollar AS dengan CAGR sebesar 4,2 persen. Perkiraan pertumbuhan ini sudah memperhitungkan perusahan-perusahaan makanan beku yang mengatur ulang operasi bisnis yang sebelumnya terimbas pandemi.

Digitalisasi yang menjembatani peningkatan permintaan kala pandemi membuat bisnis makanan beku, terutama buah, jus, sayuran, dan makanan siap masak, tetap tumbuh. Pada 2025, nilai pasar makanan beku global diperkirakan bisa mencapai 224,2 miliar dollar AS dengan CAGR 6 persen.

Asia Pasifik merupakan kawasan terbesar yang menjadi pasar makanan beku global dengan kontibusi mencapai 40 persen pada 2020. Adapun Amerika Utara menjadi kawasan terbesar kedua dengan kontribusi sebesar 30 persen.

Prospek cerah bisnis makanan beku ini tak terlepas dari perjalanan ”hidupnya”. Dahulu, makanan beku dikirimkan menggunakan peti-peti pembeku alami dengan memanfaatkan hawa dingin pada musim dingin antarnegara bermusim dingin. Pada 1885, Rusia mengirim sejumlah daging ayam dan angsa ke London, Inggris, dengan menggunakan teknik itu.

Kemudian, pada Maret 1899, British Refrigeration and Allied Interests melaporkan, sebuah perusahaan pengimpor makanan, Baerselman Bros, mengirim 200.000 ayam dan angsa beku per minggu dari tiga depot di Rusia ke Inggris selama tiga atau empat bulan saat musim dingin.

Bisnis makanan beku semakin berkembang berkat Clarence Birdseye (1886-1956), pengusaha Amerika, yang membuat alat pendingin makanan bernama double belt freezer pada 1923. Bermodal 7 dollar AS, Birdeye ”menyulap” kipas angin listrik, es, air asin, kotak karton berlapis lilin, dan baja tahan karat menjadi alat pembeku cepat yang menghasilkan kristal-kristal es kecil. Inilah yang menjadi awal industri makanan beku global dan melahirkan logistik dingin pada 1940-an dengan mobil boks berpendingin.

Di Indonesia, makanan beku juga menjadi alternatif makanan dan pilihan bisnis, terutama di kala pandemi Covid-19. Tak hanya bakso, tempura, sosis, nugget, pempek, kentang, aneka hasil laut, daging, dan buah beku yang diminati, tetapi juga sei atau daging asap, lumpia, kebab, dan risoles.

E-dagang atau perdagangan daring dan layanan pesan antar membuat bisnis ini, termasuk waralaba makanan beku, baik siap masak (ready to cook) maupun siap makan (ready to eat), makin bertumbuh. Bahkan, tak sedikit rumah tangga kecil yang menjalankan bisnis ini.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO---Pengemudi ojek daring Grab membeli barang pesanan pelanggan yang menggunakan layanan belanja daring di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Senin (4/5/2020). Operator ojek daring Grab bekerja sama dengan pengelola pasar menyediakan layanan belanja secara daring di 16 pasar tradisional di Solo. Layanan tersebut untuk membantu warga memperoleh berbagai kebutuhan di pasar tradisional tanpa harus pergi dari rumah.

Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI) mencatat, total konsumsi makanan beku nasional pada 2019 mencapai 9,9 juta ton. Konsumsi sari laut (seafood) beku sebanyak 3,9 juta ton, unggas 1,9 juta ton, daging 500.000 ton, produk susu dan olahannya (dairy product) 1,2 juta ton, serta buah dan sayur 2,4 juta ton.

Imbas pandemi Covid-19, total konsumsi makanan beku nasional pada 2020 meningkat 17 persen menjadi 11,58 juta ton. Dari total itu, konsumsi seafood berkontribusi tertinggi, yaitu sebesar 45 persen, kemudian disusul ayam (22 persen), daging (8 persen), dan sisanya adalah konsumsi produk olahan susu serta buah dan sayur.

Bisnis makanan beku ini diperkirakan semakin berkembang pascapandemi Covid-19. Pada 2021, pertumbuhannya diperkirakan bisa mencapai 25-30 persen dibandingkan 2020. Perkembangan bisnis ini bisa berdampak positif bagi usaha kecil menengah (UKM), industri makanan beku, jasa logistik, dan layanan pesan antar.

Pertumbuhan bisnis ini juga bisa menjadi peluang bagi pemerintah untuk semakin meningkatkan nilai tambah produk-produk yang dihasilkan petani, peternak, nelayan, dan pelaku UKM.

Oleh  HENDRIYO WIDI

Editor:   MUKHAMAD KURNIAWAN

Sumber: Kompas, 17 Februari 2021

No comments:

Post a Comment