Sunday, May 6, 2018

Antisipasi Potensi Ekonomi Syariah

Indonesia berpotensi menjadi pangsa terbesar industri keuangan syariah dunia. Selama tiga tahun terakhir, industri ini terus tumbuh hingga total asetnya mencapai Rp 1.133,71 triliun pada akhir 2017. Namun, jika tidak diantisipasi, potensi ini justru bisa memicu derasnya lalu lintas barang impor.

Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengatakan, kinerja ekonomi dan keuangan syariah secara global tumbuh cukup pesat. Volume industri halal global mencapai 4,15 triliun dollar AS pada 2016 dan diperkirakan naik menjadi 6,78 triliun dollar AS tahun 2022. Meski demikian, kontribusi perekonomian syariah Indonesia masih relatif kecil.


”Indonesia menjadi pangsa terbesar bagi industri halal global sehingga perlu berhati-hati. Jika permintaan dalam negeri tidak bisa dipenuhi, barang impor akan terus masuk sehingga menekan neraca pembayaran,” kata Agus dalam pembukaan Festival Ekonomi Syariah Regional Jawa Tahun 2018 di Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (2/5/2018).

Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan, pertumbuhan industri keuangan syariah Indonesia mencapai 20,69 persen pada 2015, naik menjadi 29,84 persen pada 2016, dan 26,97 persen pada 2017. Hingga Desember 2017, total aset keuangan syariah Indonesia Rp 1.133,71 triliun.

Untuk itu, upaya mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah butuh keseriusan semua pihak. Tanpa edukasi dan sosialisasi yang masif, potensi Indonesia sebagai pangsa terbesar dalam industri syariah dunia dapat berbalik menjadi ancaman barang impor.

Agus mengatakan, beberapa negara mulai menggarap serius ekonomi dan keuangan syariah. Australia, misalnya, merintis sebagai pemasok utama daging halal dan Thailand menjadi sentra makanan halal di dunia. Peluang Indonesia untuk mengembangkan perekonomian syariah cukup besar. Hal itu tecermin dari volume pasar makanan halal nasional yang mencapai 169,7 miliar dollar AS.

Festival Ekonomi Syariah Regional Jawa merupakan bagian dari rangkaian acara menuju Festival Ekonomi Syariah Indonesia (FESI) ke-5 yang akan digelar akhir tahun 2018 di Kota Surabaya, Jawa Timur. FESI ke-5 mengangkat tema ”Strenghthening National Economic Growth: The Creation of Halal Value Chains and Innovative Vehicles”.

Melibatkan pesantren
Komite Nasional Keuangan Syariah pada Februari 2018 merumuskan cetak biru pengembangan ekonomi dan keuangan syariah yang mencakup tiga pilar, yaitu pemberdayaan sektor riil, pendalaman pasar keuangan syariah, serta penguatan riset dan edukasi keuangan syariah.

Agus menuturkan, pemberdayaan sektor riil melibatkan kelompok pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah serta lembaga pendidikan Islam. Pesantren didorong mengembangkan potensi ekonomi syariah dengan mengangkat kearifan lokal di setiap daerah. Di Pulau Jawa, pemberdayaan ekonomi telah dilakukan di 53 pesantren.

Kepala Perwakilan BI Jawa Tengah Hamid Ponco Wibowo menambahkan, edukasi syariah telah dilakukan kepada 6.729 siswa sekolah menengah atas di beberapa daerah, antara lain Solo, Tegal, dan Purwokerto. Kegiatan edukasi bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang ekonomi syariah.

Menurut Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Jawa Tengah Budiyanto Eko Purwono, diseminasi dan edukasi berkelanjutan tentang perekonomian syariah harus lebih masif agar masyarakat tertarik terlibat aktif. Selama ini, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah terkendala keterbatasan pengetahuan, lembaga keuangan, dan sumber daya manusia.--KARINA ISNA IRAWAN

Sumber: Kompas, 3 Mei 2018

No comments:

Post a Comment