Monday, April 8, 2019

Sanari, Pelestari Alpukat Jumbo dari Lereng Arjuno

KOMPAS/DEFRI WERDIONO----Sanari (52) tengah menunjukkan alpukat pameling yang dikembangkannya di Dusun Krajan Barat, Wonorejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (30/3/2021)

Sejak 1997, Sanari mengembangkan pohon alpukat berbuah jumbo di Desa Wonorejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Kini, ia dan warga Wonorejo menikmati hasilnya.

Barangkali, 22 tahun lalu, tak pernah terpikirkan di benak Sanari (52), bahwa upayanya memperbanyak tanaman alpukat dengan cara stek batang akan berkembang seperti sekarang. Tidak hanya enak dan memiliki produktivitas tinggi namun varietas unggul dengan nama pameling itu juga telah berkembang ke daerah lain.

Sanari tampak berbinar. Dalam hitungan beberapa menit ke depan, orang nomor satu di Jawa Timur bakal menginjakkan kaki di halaman rumahnya yang sederhana di Dusun Krajan barat, Desa Wonorejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (30/3/2021).

Benar saja, tak menunggu lama, sang Gubernur Khofifah Indar Parawansa tiba. Dia tidak datang sendiri, Bupati Malang M Sanusi dan jajaran, serta pejabat terkait di lingkup pemerintah Kabupaten Malang, turut mengiringi.

Ini adalah kesekian kali pejabat teras datang menemui petani setempat. Sebelumnya, pada September 2020, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga datang ke Wonorejo. Kedatangan Syahrul kala itu adalah untuk melihat budidaya alpukat yang dikenal dengan sebutan alpukat pameling.

Sanari sendiri, di kalangan warga setempat, dikenal sebagai sosok “penemu” dan memiliki pohon induk pameling. Di pekarangan belakang rumahnya, ada dua pohon setinggi sekitar 10 meter yang berumur 22 tahun. Pohon induk itu berada persis di samping kandang kambing, di lereng sisi timur Gunung Arjuno.

Adapun pohon alpukat keturunannya bisa dijumpai di banyak tempat, salah satunya di halaman rumah Sanari. Seperti halnya sang induk, pohon berumur 12 tahun di halaman rumah Sanari itupun tidak kalah produktif. Buahnya bergelantungan, ranum dan berukuran besar.

KOMPAS/DEFRI WERDIONO----Sanari (52) tengah menunjukkan alpukat pameling yang dikembangkannya di Dusun Krajan Barat, Wonorejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (30/3/2021)

Ukuran pameling lebih besar dari kepalan tangan orang dewasa atau alpukat pada umumnya. Satu buah alpukat pameling memiliki bobot di atas 1 kilogram (kg). Bahkan, ada petani yang pernah mencatat rekor dengan bobot 2,7 kg. Dengan perawatan yang baik, satu batang bisa menghasilkan 5-7 kwintal per tahun. “Jadi cukup banyak produksinya,” ucap Sanari kepada Kompas.

Sanari berkisah bagaimana pameling bisa berkembang seperti sekarang. Empat dasawarsa lalu, orangtuanya--yang berprofesi sebagai tengkulak buah--mendapatkan alpukat (sebut saja alpukat unggul) dari salah satu warga. Alpukat itu terlihat berbeda dari kebanyakan. Selain cukup besar, daging buahnya cukup tebal dengan rasa enak.

Namun, kala itu Sanari tidak langsung beraksi. Ia baru belajar teknik sambung batang (stek) tahun 1997. Pada tahun itu juga, dia mencoba memperbanyak tanaman alpukat unggul milik warga—yang buahnya pernah dibeli oleh orangtuanya dulu.

Sanari pun membuat stek. Batang atas memanfaatkan alpukat unggul, sedang batang bawah memanfaatkan alpukat biasa. Dari lima batang yang ia buat, dua batang mati dan tiga batang mampu bertahan hidup sampai sekarang.

Dari tiga batang yang hidup, dua batang ada di pekarangan rumahnya di Wonorejo dan satu batang di pekarangan kerabatnya, di Desa Talok, Kecamatan Turen. “Sebelum saya menyambung (stek), belum ada orang lain yang melakukan hal serupa, termasuk pemilik pohon saat itu,” ucapnya.

KOMPAS/DEFRI WERDIONO----Sanari (52, dua dari kanan) tengah memberikan penjelasan kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, soal budidaya alpukat pameling, di Dusun Krajan Barat, Wonorejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (30/3/2021)

Sayangnya pohon induk varietas unggul milik warga tersebut tidak bertahan lama. Lima tahun setelah Sanari berhasil mengembangkannya, pada tahun 2002 pohon itu mati dan lahannya dijual oleh sang pemilik.

Namun genetika pohon induk yang mati tadi telah terselamatkan. Tujuh tahun kemudian, pada tahun 2009, Sanari mencoba memerbanyak dari pohon hasil stek miliknya yang telah membesar. Metode yang dia gunakan sama, yakni sambung batang.

Ayah dua anak ini mengaku belajar teknik perkembangbiakan vegetatif dari membaca Majalah Trubus. “Meskipun saya belajar secara otodidak, tidak ada kesulitan untuk membuat stek. Wong namanya belajar, kalau hidup, ya, berarti rejeki saya. Kalau mati, ya, mencoba lagi,” ujarnya.

Bibit yang berhasil dia kembangkan itu, kemudian dibagikan ke teman-temannya secara cuma-cuma. Baru pada tahun 2014 Sanari bersama Kelompok Tani Arjuno mengikuti sekolah lapang yang diinisasi oleh Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur. Dari situlah pameling mulai dikenal luas masyarakat.

Sejak saat itu Sanari mulai menjual bibit yang dihasilkan kepada petani lain yang berniat mengembangkan. Tidak hanya Sanari, teman-temannya yang semula mendapatkan bibit dari dia, juga mulai membuat penangkaran di tempat masing-masing.

Hal ini dilakukan karena permintaan terhadap bibit pameling kian banyak, termasuk dari luar daerah. Bibit pameling dari Wonorejo pun telah mengalir sejumlah daerah, seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, dan Kalimantan.

KOMPAS/DEFRI WERDIONO---Bibit alpukat pameling di Desa Wonorejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Selasa (30/3/2021)

Adapun proses sertifikasi dengan nama alpukat pameling sukses dilaksanakan 2018-2019. Nama pameling disematkan oleh Bupati Malang kala itu, Rendra Kresna, yang artinya sebagai pengingat atau pangeling-eling.

Menurut Sanari, hanya pohon alpukat yang dikembangbiakkan melalui sistem stek yang produksi buahnya memiliki kesamaan dengan pohon induk. Adapun bibit yang dikembangkan dari biji berbeda.

“Sudah saya pelajari. Saya juga punya pohon hasil pengembangbiakan dari biji, ternyata buahnya tidak sama,” kata Sanari yang sering menjadi “mentor” dan tempat berbagi ilmu oleh petani lain soal bagaimana mengembangkan alpukat yang benar. Dan tentunya semua dilakukan secara cuma-cuma.

Di Wonorejo sendiri kini terdapat empat kelompok tani alpukat, antara lain Kelompok Tani Arjuno dan Karya Makmur. Mereka tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani Nakulo dengan anggota lebih dari 100 orang.  

Dalam perjalanannya, pengembangan alpukat pameling di Wonorejo mendapat dukungan dari banyak pihak, antara lain, mulai dari pemerintah provinsi Jawa Timur, Balai Penyuluh Pertanian Lawang, Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan, hingga Pemerintah Kabupaten Malang.

KOMPAS/DEFRI WERDIONO----Salah satu tanaman alpukat pameling dengan buah cukup lebat, milik salah satu warga di Dusun Krajan Timur, Desa Wonorejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (2/3/2021)

Apa yang dilakukan Sanari bersama petani Wonorejo dan pihak terkait lainnya, kiranya menarik perhatian pemerintah pusat. Kementerian Pertanian pun menargetkan pengembangan budidaya alpukat pameling dan porang seluas 2.000 hektar di Jawa Timur.

Saat di rumah Sanari, Khofifah Indar Parawansa mengatakan pengembangan pameling dan porang dilakukan di lima kabupaten, yakni Ponorogo, Tulungagung, Trenggalek, Probolinggo, dan Malang sebagai kabupaten pemiliki tanaman induk pameling.

Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang Budiar Anwar, menasihatkan agar Sanari dan anggota kelompok tani lainnya bisa bersatu membangun kawasan pertanian yang lebih bagus. Jangan sampai suatu saat nanti ikon setempat hilang karena petani di daerah lain juga mulai mengembangkan.

“Untuk petani di Wonorejo jangan sampai berdiam diri karena teknologi budidaya hortikultura tarus berkembang. Kalau hanya bangga dengan produk sendiri maka mereka akan ditinggalkan kelompok tani yang lain. Karena petani di daerah lain juga sudah menanam pameling yang notabene memiliki lahan lebih luas dan jangkauan transportasi lebih mudah,” ujarnya.

Sanari

Lahir: Malang, Januari 1971

Istri: Sri Antini

Anak:

Septian Agung N

Odi Afrian F

Pendidikan: SDN 2 Wonorejo

Oleh   KOMPAS/DEFRI WERDIONO

Editor:   BUDI SUWARNA

Sumber: Kompas, 8 April 2021

No comments:

Post a Comment