Thursday, March 28, 2019

Kuncinya, Setia pada Rasa

SEKAR GANDHAWANGI UNTUK KOMPAS--Puluhan sate sedang dibakar sebelum disajikan kepada para pembeli di Rumah Makan Sate Maranggi Hj Yetty, Rabu (26/12/2018). Rumah makan yang didirikan selama lebih dari 50 tahun itu berada di Jalan Raya Cibungur-Purwakarta, Cibungur, Purwakarta, Jawa Barat.

Diantara naungan pohon jati, Sate Maranggi Haji Yetty di Cibungur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, menjadi saksi perjalanan keras hati manusia yang tak mudah menyerah. Tidak sekadar nikmat disantap, setiap tusuk sate itu bagai inspirasi.

Suatu siang, rumah makan Sate Maranggi Haji Yetty yang berdaya tampung 1.200 orang, penuh. Namun, 300 karyawan siap melayani, sehingga pembeli tak akan dibiarkan menunggu lama. Tak sampai 15 menit, sate sudah terhidang di meja.


Tuesday, March 26, 2019

Handoko Hendroyono Menciptakan Etalase Mentereng Produk Lokal di Blok M

KOMPAS/HERLAMBANG JALUARDI---Handoko Hendroyono adalah salah satu pendiri M Bloc Space yang terletak di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Ruang yang beroperasi sejak September 2019 itu menjadi etalase bagi produk kreatif dalam negeri, seperti kuliner, musik, film, kerajinan tangan, hingga barang kebutuhan sehari-hari. Di bekas gudang milik Peruri yang kini telah berganti fungsi itu menjadi toko kelontong bernama M Bloc Market, Minggu (31/1/2021).

Handoko Hendroyono menggagas penciptaan ruang pajang bagi produk lokal. M Bloc Space dengan segala wahana di dalamnya adalah salah satu wujudnya. Merek lokal dirayakan di tempat-tempat yang pernah diabaikan.

Wednesday, March 20, 2019

Teguh Waluyo Menjaga Lingkungan Lewat Lebah Madu di Banyumas

KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO---Teguh Waluyo (32) membudidayakan lebah madu di Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (19/2/2021).

Lewat budidaya lebah madu, Teguh Waluyo berupaya menjaga kelestarian lingkungan. Dia merangkul orang muda untuk mencintai pertanian lewat budidaya lebah madu di Banyumas.

Teguh Waluyo (32) mengisi waktu luang dengan mengembangkan hobinya bercocok tanam. Tanaman hias dan buah-buahan yang dirawatnya menghadirkan lebah pembawa berkah berupa madu. Teguh merangkul generasi muda untuk mengembangkan pertanian dan budidaya lebah demi keseimbangan ekosistem.

Teguh, guru bakti di SMP Ma’arif NU 1 Ajibarang, Banyumas, bersama 32 keluarga di beberapa desa membudidayakan lebih dari 3.000 koloni lebah madu klanceng. Mereka tersebar di sejumlah desa mulai dari Darmakradenan, Cibangkong, Cikembulan, Purwojati, Pageraji, Gumelar, Gununglurah, dan Glempang. “Lebah menjadi penanda bahwa lingkungan dan ekosistem itu baik,” tutur Teguh, saat ditemui di Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (19/2/2021).

Kemitraan itu tidak sekadar menyerahkan koloni lebah untuk dirawat, tapi juga memberikan bibit-bibit pohon untuk ditanam di sekitar tempat tinggalnya untuk pakan lebah. Lebih dari seribu pohon seperti kaliandra, cengkeh, pala, pohon buah seperti manga, anggur dan stroberi, serta aneka bunga dibagikan Teguh kepada para mitranya. “Pohon-pohon yang dibagikan ini kami bibitkan sendiri,” kata Teguh sambil menunjukkan sepetak tanah tempat pembibitan aneka pohon dalam plastik-plastik polybag.

Di belakang rumahnya, Teguh juga menyulap lahan pekarangan yang dulunya sering dipakai warga untuk membuang sampah kini menjadi kebun eduwisata sekaligus budidaya sekitar 300 koloni lebah klanceng. Di atas lahan milik keluarga yang berukuran 40 meter x 30 meter itu, terdapat sejumlah kotak-kotak tempat bersarangnya koloni lebah klanceng. Pepohonan rimbun dengan bunga-bunga merah bermekaran menaungi pekarangan yang asri ini. Disiapkan pula dua kolam terpal untuk budidaya lobster air tawar.

“Ada sekitar 15 rumah tangga yang biasa membuang sampah ke tanah pekarangan ini. Dulu saya sempat diprotes, tapi saya datangi dan dekati satu per satu. Kini, desa membentuk bank sampah untuk mengatasi masalah sampah,” tuturnya.

KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO---Teguh Waluyo (32) membudidayakan lebah madu di Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (19/2/2021). Tampak suasana Prawita Garden milik Teguh.

Lebah madu yang dibudidaya Teguh antara lain, lebah klanceng (Trigona), lebah ondoan local (Apis cerana), dan lebah ondoan impor (Apis mellifera). Selain itu, Teguh mencari madu dari lebah hutan atau tawon gung (Apis dorsata). Area kebun budidaya dan tempat edukasi bagi siapa saja yang ingin belajar tentang pertanian dan lebah itu diberi nama Prawita Garden. Prawita diambil dari nama istri Teguh, yaitu Wilujeng Prawitasari.

“Prawita itu dalam bahasa Jawa artinya nguripi atau memberi kehidupan. Kehidupan itu tidak untuk saya dan keluarga saya saja, tapi juga bagi sesama dan lingkungan sekitar,” kata Teguh.

Dari budidaya lebah, Teguh dan para mitranya bisa panen sekitar 25 liter madu per bulan. Madu itu dijual dalam bentuk botol kemasan dan juga diolah menjadi sejumlah produk turunan. Ada teh madu yang diolah atas kerja sama dengan pabrik teh di Karanganyar, Solo. Ada pula produk turunan madu berupa royal jelly, propolis, beeswax atau lilin lebah yang bisa digunakan untuk bahan produk kesehatan dan kecantikan.

KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO---Sejumlah kotak budidaya lebah di Prawita Garden milik Teguh di Desa Darmakradenan, Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (19/2/2021).

Memetik hasil

Upaya baik yang dirintis Teguh sejak tahun 2012 mulai menampakkan hasilnya. Tiga tahun pertama, dia senang mencari dan mengoleksi aneka tanaman. Kemudian berbekal pengalaman ikut almarhum sang kakek Tirtarum (90) ke hutan untuk mencari madu, dia pun tertarik membudidayakan lebah madu klanceng bersama ayah dan pakdenya. Selain belajar secara otodidak dari internet, Teguh banyak berkunjung ke sejumlah pembudidaya lebah di beberapa tempat mulai dari Wonogiri, Yogyakarta, Purworejo, Bogor, dan Jakarta.

“Sampai 2017 itu tahap coba-coba. Banyak belajar, Banyak juga lebah yang mati karena belum tahu caranya mengatasi serangan hama seperti semut dan kumbang,” ujar Teguh.

Selain menghadapi kendala banyak lebah yang mati, Teguh juga banyak dicibir serta diragukan oleh masyarakat sekitar. Namun, dia tetap fokus berusaha dan mencoba. “Waktu itu ada yang bilang: percuma, ora bakal dadi (percuma tidak bakal jadi), buat apa sih memelihara lebah, dan lain-lain,” kata Teguh sambil tersenyum mengenang cibiran orang-orang sekitar.

Setelah budidaya madunya berhasil, orang-orang kemudian mulai memberi respek dan perhatian. Anak-anak muda pun banyak yang tertarik untuk belajar kepada Teguh. Pada 2018, ada sekitar 20 anak muda usia 17-30 tahun dalam Kelompok Tani Hutan Darma Jaya yang belajar pertanian berbasis budidaya lebah madu. Hingga kini, ada 5 orang yang bertahan dan bergabung bersama Teguh mengelola Prawita Garden. “Memang tantangannya tidak banyak orang muda yang tertarik pada pertanian. Ada yang menganggap kotor, dan lain-lain,” katanya.

KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO---Salah seorang pemuda menunjukkan lobster air tawar di Prawita Garden milik Teguh di Desa Darmakradenan, Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (19/2/2021).

Namun bersama orang muda yang masih bertahan itu, Teguh berbagi ilmu kepada kelompok-kelompok petani yang tertarik membudidayakan lebah madu. Pelatihan telah diberikan kepada petani di Kecamatan Cilongok, Pekuncen, Sumbang, Kabupaten Banyumas bahkan di Sidareja, Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Temanggung. Tahun ini timnya sedang menyiapkan budidaya di Bone, Sulawesi. “Petani didorong untuk mengolah pertanian secara organik karena jika terlalu banyak pestisida, kasihan lebahnya tidak berkembang,” tuturnya.

Usaha Teguh bersama tim Prawita Garden juga mendapatkan sejumlah apresiasi dari pemerintah dan lembaga. Pada 2019 dan 2020 secara berturut-turut, Teguh mendapatkan Juara III pada Lomba Kreativitas dan Inovasi Kabupaten Banyumas dalam kategori teknologi tepat guna. Kemudian pada Juli 2019, Teguh mendapatkan juara I Lomba Inovasi Koperasi dalam Jambore Koperasi Tingkat Nasional. Selanjutnya pada Oktober 2020, Teguh juga menerima Apresiasi Satu Indonesia Awards Tahun 2020 Tingkat Provinsi Jawa Tengah Bidang Lingkungan dari PT Astra International Tbk.

Teguh dan kawan-kawannya tidak saja mengembangkan sisi hulu pertanian berbasis budidaya lebah, tapi juga menyiapkan pemasaran di sisi hilir lewat dibangunnya Kedai Prawitasari. Kedai ini menjadi showroom bagi aneka produk budidaya madu sekaligus hasil pertanian kelompok tani, mulai dari kopi sampai gula semut atau gula Kristal.

“Kami menyediakan kopi-kopi lokal dari para petani, seperti robusta Gunung Slamet dan Gumelar,” katanya.

Aroma kopi menguar berpadu lembut dengan aroma wangi madu di Kedai Prawitasari. Pahit, asam, dan manisnya menjadi penanda upaya-upaya baik Teguh bersama pemuda-pemuda Desa Darmakradenan. Dengungan lebah dan lambaian aneka dedaunan di sekitarnya menjadi harmoni yang menenangkan batin sekaligus membangkitkan secercah harapan bagi masa depan pertanian yang kian sehat.

KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO---Teguh Waluyo (32) membudidayakan lebah madu di Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (19/2/2021).

Teguh Waluyo

Lahir       : Ajibarang, Banyumas, 2 April 1989

Istri       : Wilujeng Prawitasari

Anak     : 2

Pendidikan:

SD Mi Maarif NU Darmakradenan (2001)

SMP N 2 Ajibarang (2004)

SMA N Ajibarang (2007)

D1 Analis Komputer Inti Prima Purwokerto (2008)

S1 Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang (2012)

Penghargaan :

Juara III Lomba Kreativitas dan Inovasi Kabupaten Banyumas, Kategori Teknologi Tepat Guna (2019 dan 2020)

Juara I Lomba Inovasi Koperasi, Jambore Koperasi Tingkat Nasional (2019)

Penerima Apresiasi Satu Indonesia Awards Tingkat Provinsi Jawa Tengah (2020)

Oleh   WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO

Editor:   MARIA SUSY BERINDRA

Sumber: Kompas, 6 Maret 2021

Afidha Fajar Adhitya, Keunikan Jam Tangan Kayu Eboni dari Klaten

KOMPAS/HARIS FIRDAUS---Pendiri usaha jam tangan kayu Eboni Watch, Afidha Fajar Adhitya, berfoto di kantor Eboni Watch di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Selasa (9/3/2021).

Afidha Fajar Adhitya merintis usaha jam tangan kayu Eboni Watch dengan modal pas-pasan. Namun, usaha itu kemudian berkembang pesat dan produk-produk Eboni Watch telah melanglang buana ke sejumlah negara.

Afidha Fajar Adhitya (30) merintis usaha jam tangan kayu Eboni Watch dengan modal pas-pasan. Usahanya berkembang pesat dan produk uniknya telah melanglang buana ke sejumlah negara. Produksi jam tangan kayu dijalankan dengan prinsip mendukung kelestarian lingkungan dan penghargaan terhadap pekerja.