Wednesday, September 9, 2020

Anton Supriyono, Penebar Virus Pertanian Modern dari Banyumas


KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO---Anton Supriyono di greenhouse CV Makhdum Wangi, Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (22/8/2020). Anton memberdayakan anak-anak muda di kampungnya agar terjun menjadi petani.

Anton Supriyono, mantan TKI yang berhasil mengembangkan pertanian modern di beberapa daerah. Di kampungnya Cilongok, Banyumas, ia mendorong anak-anak muda untuk menjadi petani.

Setelah tujuh tahun merantau ke Malaysia, Anton Supriyono (41) memutuskan pulang kampung. Ia gunakan  pengalamannya bekerja di perusahaan pertanian di negeri jiran itu sebagai bekal untuk mengembangkan pertanian modern di sejumlah kota di Indonesia termasuk daerah asalnya Banyumas, Jawa Tengah.

“Kebanyakan anak muda sekarang belum tahu teknologi pertanian. Mereka melihat pertanian sudah males. Kesannya kotor, pegang-pegang pupuk kandang. Saya ingin menunjukkan (pada mereka) pertanian yang bersih,” kata Anton, Sabtu (22/8/2020) di greenhouse budidaya melon CV Makhdum Wangi miliknya di Jalan Kalibuyur, Desa Pageraji, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas.

Anton bersama mitranya membudidayakan melon korea oriental dan melon golden aroma di atas tanah seluas 2.000 meter persegi. Di sana terdapat dua unit greenhouse yang masing-masing menaungi 3.000 tanaman melon. Tanaman merambat itu tertata rapi seperti baris-berbaris. Daunnya hijau segar dan buahnya kuning bergaris putih bergantungan.

Greenhouse atau sering diterjemahkan orang awam sebagai “rumah kaca” milik Anton dibuat dengan kerangka bambu, atap plastik UV, dan dinding jaring yang bisa mencegah serangga masuk. Greenhouse itu menggunakan sistem irigasi tetes. Anton membangun masing-masing unit dengan modal Rp 250 juta- Rp 300 juta. “Ini tahan sampai 5 tahun,” ujarnya.

KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO---Sistem irigasi tetes untuk budidaya melon oriental di greenhouse CV Makhdum Wangi, Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (22/8/2020).

Memang dibutuhkan modal besar pada awal pembuatan greenhouse. Untuk greenhouse berkerangka bambu di lahan seribu meter persegi, perlu  modal Rp 250 juta- Rp 300 juta. Jika kerangkanya dari besi, modalnya berkisar Rp 600 juta– Rp 650 juta. Greenhouse berkerangka bambu tahan 5 tahun, sedangkan yang besi 20-an tahun.  Perhitungan balik modalnya 12 bulan atau 1 tahun untuk greenhouse berkerangka bambu dan 26 bulan untuk kerangka besi. Di luar infrastruktur, modal setiap kali menanam melon untuk 1.000 meter persegi kurang lebih Rp 27 juta.

Saat Anton mendirikan greenhouse, orang-orang di sekitarnya masih ragu apakah  melon bisa tumbuh subur di dalamnya. “Awalnya ini lahan biasa, lalu diolah, diratakan, dibuat greenhouse. Banyak orang bertanya, buat apa?  Apa melon jadi? Ini terbukti jadi. Ini sudah satu tahun. Sejak Agustus 2019 sudah empat kali panen,” tutur Anton gembira.

Ia menjelaskan, di lahan 1.000 meter persegi bisa ditanam sekitar 3.000 tanaman melon. Untuk melon korea oriental, setiap batang tanaman menghasilkan buah dengan berat rata-rata 0,8 kilogram. Dengan harga jual berkisar Rp 35.000 – Rp 40.000 per kilogram,  pemasukan yang diperoleh Anton sekitar Rp 84 juta setiap panen.  Adapun untuk melon golden aroma, setiap tanaman  menghasilkan buah seberat 1,2-1,5  kilogram. Dengan harga Rp 25.000–Rp 30.000 per kilogram, sekali panen ia memperoleh  Rp 90-an juta.

Menurut Anton, budidaya melon dalam greenhouse hasilnya lebih baik dibandingkan jika ditanam di lahan terbuka. Potensi kerusakan di tanaman dalam greenhouse sekitar 10 persen, sementara di lahan terbuka 30 persen. “Di greenhouse lebih aman. Pembiayaan obat (hama) juga lebih hemat," katanya.

KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO---Melon korea oriental yang dibudidayakan di greenhouse CV Makhdum Wangi, Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (22/8/2020).

Budidaya melon, lanjut Anton, bisa dilakukan di mana saja  asalkan memiliki ketinggian 0 sampai 1.200 meter di atas permukaan laut. “Yang penting sinar matahari harus penuh, tidak terhalang pohon, harus lapang, nanti hasilnya bagus. PH air harus 7 atau netral sehingga penyerapan bagus," tambahnya.

Anton  memanfaatkan limbah sabut kelapa untuk  media tanam. Kebetulan limbah sabut kelapa melimpah karena Cilongok juga menjadi sentra gula kelapa. Untuk 3.000 tanaman melon, diperlukan setidaknya 300 karung sabut kelapayang masing-masing berbobot 50 kilogram. di greenhouse CV Makhdum Wangi, Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (22/8/2020).

Ajak Anak Muda Bertani

Anton merupakan lulusan  STM Muhammadiyah Ajibarang jurusan mekanik umum tahun 988. Ia pernah mencoba usaha otomotif dan perbengkelan. Namun, usaha itu gagal dan kondisi perekonomiannya tidak baik. Ia pun memilih mengadu nasib Cameron Highland, Pahang, Malayasia pada 2009.

Di sana, Anton bersama sang istri bekerja di perusahaan perkebunan. Di tempat itulah ia  belajar mengenai teknik irigasi tetes yang menghemat air dan tenaga kerja, greenhouse, hidroponik, serta nutrisi  tanaman. “Saya bekerja saya sambil belajar di sana. Ini yang saya terapkan di kampung,” tuturnya.

Selama bekerja, ia juga membangun jaringan dengan sesama peminat pertanian serta investor di Indonesia lewat kanal media sosial. Kadang ia mengenalkan  teknik-teknik budidaya yang dipelajarainya di Malaysia kepada jaringannya.

Pada 2016, ia memutuskan pulang ke Indoensia. Di tanah air, ia bertemu investor yang telah menjadi jaringannya. Bersama investor itu, ia mengembangkan budidaya paprika di  Bandungan, Semarang, Jawa Tengah. Dari Bandungan, Anton, bergerak ke Bali untuk membudidayakan berbagai jenis sayur seperti letus, paprika, dan tomat. Setelah itu, ia kembali lagi ke Semarang.

Seiring waktu, ia merambah daerah lain seperti Bekasi, Batu, Lembang, dan sebagainya untuk mengembangkan pertanian dengan sistem greenhouse dan irigasi tetet. Pada 2019, ia kembali ke kampungnya di Cilongok untuk mengembangkan pertanian serupa sambil memantau tanaman melon yang ia kembangkan di Lembang, Jawa Barat. “Jarak Purwokerto-Lembang kan dekat, jadi saya fokus untuk Lembang dan Purwokerto. Sekarang sudah di kampung sendiri,” tuturnya.

Di kampungnya, Anton merangkul anak-anak muda untuk mencintai pertanian. Dengan ikut aktif di karang taruna dan koperasi, Anton membimbing dan melatih pemuda desa tentang pertanian dasar mulai dari pupuk, persemaian, penanaman, hingga pascapanen. Anton juga membentuk tim anak-anak muda yang disebut Hijau Daun.

KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO---Dua orang mahasiswa sedang praktik kerja lapangan di greenhouse CV Makhdum Wangi, Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (22/8/2020).

Tim beranggotakan 18 orang dengan usia di atas 20-an tahun. Mereka dilatih berbagai hal tentang pertanian yang bersih, hemat, dan modern.  “Tim ini membuat sistem greenhouse dan penanaman. (Anggota tim) ada yang dari Cilongok, juga ada yang dari Wangon, Kebumen, juga Cilacap,” ujarnya.

Tim Hijau Daun, saat ini  tersebar di sejumlah tempat untuk merintis pertanian menggunakan greenhouse. Dibutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk membuat konstruksi greenhouse untuk ukuran 1.000 meter persegi. “Saya ingin pemuda-pemuda itu bisa bertani.  Saya ingin membangun SDM di sektor pertanian. Saya ingin tanah-tanah di desa seperti bengkok yang tidak terpakai bisa digunakan untuk pertanian,” katanya.

Sigit Priyoko (33) dari Kelompok Kerja Usaha Ekonomi Produktif Pertanian Karang Taruna Tekad Semada IV Desa Cilongok, salah satu dampingan Anton menyampaikan, di kelompoknya ada 5 orang anggota yang dilatih pertanian. Kelompok itu kini sedang membudidayakan semangka tanpa biji di lahan sewaan. “Anggota kami punya banyak latar belakang. Saya sendiri kerja sebagai sopir suatu keluarga, ada yang tukang las, dan ada juga yang pekerja harian lepas,” katanya.

Semula, lanjut Sigit, kelompok ini menanam kacang, tapi waktu panen tanaman ini lebih dari 3 bulan. Atas arahan Anton, mereka beralih membudidayakan semangka karena bisa dipanen dalam waktu sekitar 65 hari atau dua bulanan. “Kami dilatih mulai dari pupuk dasar, menghitung modal dan biaya produksi, pembibitan, hingga pascapanen,” ujarnya.

Di greenhouse CV Makhdum Wangi milik Anton, pengunjung bisa datang dan belajar, atau sekadar membeli melon budidaya Anton. Tempat ini juga menjadi lokasi praktik kerja lapangan sejumlah sekolah kejuruan serta universitas. “Senang belajar di sini, mulai dari pembibitan, persemaian, perawatan, hingga akhirnya ikut panen. Saya cita-cita ingin jadi petani,” kata Rizky (22) mahasiswa Jurusan Agrobisnis Universitas Peradaban Bumiayu yang sedang menjalani praktik kerja lapangan.

Sistem greenhouse dan irigasi tetes yang dikenalkan Anton jadi terobosan untuk mengoptimalkan hasil budidaya pertanian. Melalui teladan, Anton mengajak anak-anak muda di desanya menyukai pertanian. Lewat “virus” bertani modern ala Anton, regenerasi petani muda ada di depan mata.

Anton Supriyono

Lahir:  Banyumas, 15 November 1979

Istri: Anggraeni (35)

Anak:

Zeziana Ladies Pratama

Asha Praya Agrina

Pendidikan: STM Muhammadiyah Ajibarang, Banyumas (1998)

rofesi: petani

Oleh   WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO

Editor:  BUDI SUWARNA

Sumber: Kompas, 9 September 2020

1 comment:

  1. AJOQQ menyediakan permainan poker,domino, bandarq, bandarpoker, aduq, sakong, bandar66, perang bacarat dan capsa :)
    ayo segera bergabung bersama kami dan menangkan uang setiap harinya :)
    AJOQQ juga menyediakan bonus rollingan sebanyak 0.3% dan bonus referal sebanyak 20% :)
    WA;+855969190856

    ReplyDelete