DOKUMENTASI PRIBADI---Dwi Yulianto, pemilik Rumah Makan Babeh di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (kiri depan) berfoto bersama karyawannya. Rumah makan ini memiliki 58 karyawan yang kebanyakan anak muda putus sekolah.
Sejak remaja Dwi menetapkan jalan hidupnya sebagai pebisnis kuliner. Ia berhasil melalui jalan itu dan memberi berkah bagi banyak anak muda yang putus sekolah.
Dunia kuliner membuat Dwi Yulianto (32) jatuh cinta. Melalui jalan berliku ia berhasil mendirikan rumah makan yang cukup dikenal di Cilacap, Jawa Tengah sejak satu dekade yang lalu. Rumah makan tersebut kini menjadi sumber rezeki Dwi dan puluhan anak muda putus sekolah.
Dwi berasal dari keluarga kurang mampu. Ayahnya bekerja sebagai satpam, ibunya jualan tempe mendoan di kantin sekolah. Penghasilan mereka tidak akan cukup untuk membiayai pendidikan Dwi hingga perguruan tinggi. Laki kelahiran Cilacap itu sadar dengan kondisi ekonomi keluarganya. Karena itu, selepas SMP, Dwi memutuskan masuk SMK agar setelah lulus bisa langsung bekerja atau wiraswasta.
Dwi memilih jurusan tata boga yang ia sukai. Pilihan jurusan itu ditertawakan orang-orang di sekitarnya karena dunia tata boga dianggap dunia perempuan. "Ada omongan keluarga yang bilang aku nanti jadi kayak perempuan. Enggak pantas untuk sekolah yang banyak perempuannya, nanti jadi banci. Aku sedih dan nangis, rasa percaya diri turun,” cerita Dwi.
Ia makin tidak percaya diri ketika masuk SMKN 3 Purwokerto pada 2004, di jurusan tata boga hanya ada dua siswa laki-laki. Namun, pelan tapi pasti rasa tidak percaya diri itu bisa ia tepis. Ia terus memotivasi diri bahwa jurusan tata boga akan membawanya menjadi wirausahawan kuliner kelak.
“Aku yakin akan jadi wirausahawan kuliner. Jadi PNS rasanya enggak mungkin. Jadi karyawan aku enggak suka. Nah, peluang untuk bisa maju ya jadi wirausahawan di bidang yang aku suka,” ujar Dwi yang sejak sekolah mulai merintis usaha sendiri. Ia membuat kue yang dipelajari di sekolah dan menitipkan ke warung-warung sekitar rumahnya untuk dijual. Ia juga kerja paruh waktu di usaha katering.
Selepas SMK, Dwi bekerja di berbagai usaha kuliner di Purwokerto, Bandung, kemudian Jakarta. Berbekal pengalaman setahun di tanah rantau, ia memutuskan pulang kampung dan merintis usaha kuliner. Ia jualan martabak manis selama dua tahun dan akhirnya bisa membuka Rumah Makan Babeh yang awalnya adalah angkringan di lahan bekas sawah. Modal awal sebanyak Rp 5 juta ia peroleh dari pinjaman bank dan lahan yang dibeli dengan mencicil.
“Saya memulai usaha kuliner ini dari nol. Saya kadang tidak percaya jika diamanahi Tuhan punya RM Babeh yang bisa mempekerjakan 58 karyawan,” ujar Dwi di Cilacap, Kamis (30/07/2020).
Menu ayam bakar yang disajikan warung itu ternyata laris manis. Tiga tahun kemudian Dwi pun membuka warung tambahan yang berjarak 50 meter dari warung pertama. Ketika aplikasi pemesanan makanan merambah ke Cilacap sekitar empat tahun lalu, jumlah pembeli di RM Babeh bertambah banyak. Bahkan rumah makan itu selalu masuk dalam daftar tertinggi penjualan daring di Cilacap versi dua aplikasi pemesanan ternama itu.
DOKUMENTASI PRIBADI---Dwi Yulianto susah payah mengembangkan bisnis Rumah Makan Babeh di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Rumah makan itu mempekerjakan anak-anak muda putus sekolah.
Pembeli yang datang ke warungnya juga terus mengalir. Rumah makan dua lantai dengan tempat duduk lesehan itu selalu penuh saat jam makan tiba.
Putus sekolah
Seiring berkembangnya usaha, Dwi membutuhkan banyak karyawan. Datanglah anak-anak muda dari pelosok kampung, terutama dari Ajibarang, Kabupaten Banyumas. Mereka kebanyakan anak muda yang putus sekolah di bangku SMP atau SMA karena masalah biaya.
Dwi menerima mereka dengan tangan terbuka. “Saya menerima siapa saja yang mau kerja, asal jujur dan mau belajar. Yang datang memang butuh kerja dan pendidikan terbatas untuk membantu keluarganya di kampung,” ujar Dwi dengan logat ngapak.
Dwi menerapkan pola kerja yang guyub agar anak-anak yang putus sekolah itu betah. Ia tak sungkan mengunjungi rumah keluarga karyawannya nun di pelosok kampung agar bisa mengenal lebih jauh keluarga dan kondisi ekonomi mereka.
“Terkadang lantai rumah (mereka) masih tanah dengan dinding bambu, toilet tidak ada. Setelah 2-3 tahun saya datang lagi ke sana, alhamdulillah rumahnya sudah baik. Saya bersyukur bisa membantu orang-orang yang susah bekerja di tempat saya dan hidupnya membaik,” katanya.
Dwi tidak hanya mengajari mereka cara memasak dan melayani pelanggan, tapi juga cara berbisnis. Hasilnya, beberapa karyawan Dwi bisa berhasil membuka warung makan sendiri di Cilacap dan daerah lainnya. Menunya persis sama dengan yang dijual Dwi. Ia tidak merasa tersaingi.
“Bagi saya, karyawan yang berhasil buka rumah makan sendiri mesti didukung saya dukung. Ini bukan persaingan,” tegasnya.
Dwi mengatakan, ia mengembangkan RM Babeh bukan sekadar untuk kepentingan pribadi. Ia ingin rumah makan itu memberikan pekerjaan pada orang-orang tidak mampu. Kesadaran itu muncul karena Dwi sendiri berasal dari keluarga tidak mampu.
DOKUMENTASI PRIBADI---Dwi Yulianto mendirikan RM Babeh di Kabupaten Cilacap di tengah rumah makannya yang selalu penuh setiap jam makan.
Kesuksesan Dwi di usia muda dan kegigihannya berjuang menjadi wirausahan kuliner menjadi inspirasi bagi anak muda lain. Hampir tiap tahun Dwi diundang ke SMKN 3 Purwokerto untuk memotivasi siswa SMK. Dia berbagi kisah perjuangan untuk menjadi wirausaha dan pribadi yang percaya diri.
Dwi juga sering berbagi pengalaman untuk membangun usaha kepada tetangga dan santri di sejumlah pondok pesantren di Cilacap dan Banyumas. Dia ingin orang yang berniat membuka usaha agar berani melangkah, meski dengan modal terbatas.
Dwi Yulianto
Lahir: Cilacap, 13 Juli 1988
Istri: Evi Sulastri
Anak: Aisyah Sarafana Putri Ramadhani
Pendidikan: SMKN 3 Purwokerto, program tata boga
Penghargaan:
LKS Bidang Pelayanan Restoran, Juara 2 Provinsi Jawa Tengah (2006-2007)
Juara 2 Tingkat Kabupaten Pasukan Tunas Muda
Oleh ESTER LINCE NAPITUPULU
Editor: BUDI SUWARNA
Sumber: Kompas, 12 Agustus 2020
No comments:
Post a Comment