Thursday, August 2, 2018

Hais Mengembalikan Kejayaan Nanas Prabumulih

KOMPAS/RHAMA PURNA JATI----Hais, seorang petani nanas di Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, yang memiliki visi untuk melestarikan nanas Prabumulih yang hampir punah.

Berawal dari tekadnya untuk mencegah nanas Prabumulih menghilang dari peredaran, Hais membuat hamparan kebun nanas di tengah ladang pohon karetnya. Kebun nanas ini diharapkan jadi tonggak kebangkitan nanas Prabumulih.

Berawal dari tekadnya untuk mencegah nanas Prabumulih menghilang dari peredaran, Hais (57) membuat hamparan kebun nanas di tengah ladang pohon karetnya. Kebun nanas seluas 4 hektar itu diharapkan menjadi tonggak kebangkitan nanas Prabumulih agar bisa kembali berjaya seperti beberapa dekade silam.

Baru sekitar enam tahun lalu, Hais membuka kebun nanas yang terletak di kawasan Patih Galung, Kecamatan Prabumulih, Kota Prabumulih, Sumatera Selatan. Kala itu, dia baru menjadikan nanas sebagai tanaman pendamping dari kebun karetnya. ”Dulu nanas yang saya tanam hanya sebagai tanaman sela di tengah tanaman karet yang baru saja diremajakan,” ujarnya, Selasa (25/5/2021).

Bibit nanas pun Hais peroleh dari kebun saudaranya yang ada di sekitar ladang karetnya. Hasilnya, nanas dengan varietas Queen yang ia hasilkan kala itu sangat manis dan berkadar air sedang. Nanas ternyata sangat cocok dengan kondisi lahan di Prabumulih. ”Rasanya sangat enak, pantas saja Prabumulih dijuluki ’Kota Nanas’,” ujarnya.

Namun, tiga tahun berselang, dia menyadari bahwa tanaman nanas tidak akan tumbuh subur jika hanya dijadikan tanaman sela. Seiring pohon karet yang semakin tinggi, pertumbuhan nanas pun akan terhambat dan kian kerdil. ”Sejak saat itu, saya memutuskan untuk membuat hamparan kebun nanas,” ujarnya.

Pembudidayaan nanas ini juga memiliki misi tersendiri, yakni melestarikan dan mengembalikan kejayaan nanas Prabumulih seperti sediakala. Tahun 1980-an, nanas Prabumulih pernah menjadi primadona di kalangan warga lokal bahkan nasional.

KOMPAS/RHAMA PURNA JATI----Hais dan nanas Prabumulih yang hampir punah.

Rasanya yang manis tidak kalah dengan nanas madu membuat nanas Prabumulih menjadi incaran para pelancong yang mampir ke Prabumulih. ”Ketika itu, hampir di setiap gang kota ada yang jual nanas,” kata bapak enam anak ini. Namun, kini situasinya berbeda, banyak warga yang memutuskan untuk beralih ke komoditas lain, seperti sawit dan karet.

Alhasil, nanas pun kian ditinggalkan. ”Nanas hanya sekadar ikon kota. Nanas yang dijual di Prabumulih pun kebanyakan berasal dari daerah tetangga,” ujar Hais.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi nanas di Prabumulih pada tahun 2020 hanya 9.552 ton. Itu masih lebih kecil dibandingkan dua kabupaten yang mengapitnya, yakni Ogan Ilir (81.782 ton) dan Muara Enim (20.821 ton). ”Jadi mungkin yang dijual di Kota Prabumulih adalah nanas dari  dua kabupaten tersebut,” ujarnya.

Padahal, ujar Hais, cita rasa nanas yang dihasilkan dari Prabumulih pasti sangat berbeda dengan nanas yang ditanam dari luar Kota Prabumulih. Itu sangat bergantung pada kondisi tanah dan juga proses pengolahannya.

Hais bahkan mengklaim, nanas Queen asal Prabumulih lebih manis dibandingkan nanas yang ada di Indonesia. ”Tingkat kemanisan dari nanas Prabumulih sekitar 13o briks lebih tinggi dari nanas kebanyakan di Indonesia yang tingkat kemanisannya berkisar 8-11o briks,” katanya.

Butuh waktu sekitar 1 tahun 4 bulan untuk merawat bibit nanas menjadi hamparan yang produktif. Dengan ketelatenannya, hamparan kebun nanas milik Hais itu kini bisa menghasilkan sekitar 1.000 buah nanas per hari. Nanasnya kini sudah melanglang hingga sekitar Sumatera Selatan bahkan ke DKI Jakarta. ”Dalam satu kali angkutan, saya mengirim sekitar 6.500 buah nanas ke Jakarta,” ujarnya.

Namun, dia tetap menyisihkan nanasnya untuk konsumen di dalam Kota Prabumulih. Konsumennya tidak lain mereka yang berkunjung ke ladangnya untuk melihat hamparan nanas yang sudah jarang ditemui di Kota Prabumulih. Lina (39), warga Prabumulih, yang mengajak serta tujuh temannya untuk mengunjungi ladang milik Hais.

KOMPAS/RHAMA PURNA JATI---Hais memperlihatkan benang dengan memanfaatkan daun nanas di Kecamatan Prabumulih Barat, Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, Selasa (25/5/2021). Membuat produk turunan nanas menjadi cara untuk memperkenalkan nanas Prabumulih kepada masyarakat.

Tujuan Lina dan rekannya berkunjung ke sana tidak lain untuk melihat bagaimana pengelolaan nanas langsung dari kebunnya. ”Ini akan menjadi pengalaman baru bagi kami yang jarang melihat hamparan nanas seluas ini,” ujar Lina. Saking tertariknya, mereka berswafoto di tengah nanas dan di akhir kunjungannya, mereka membeli langsung nanas dengan harga sekitar Rp 3.000 per buah.

Produk turunan

Tidak hanya menjual produk mentah nanas, Hais juga mengolah nanas menjadi sejumlah produk turunan lainnya, seperti selai, keripik, sirup, manisan, dan permen. Nanas juga bisa dijadikan bahan pewarna tekstil, bahkan daunnya juga bisa dijadikan benang sebagai bahan dasar pembuat kain.

”Setidaknya ada 50 produk turunan yang bisa kita buat dari olahan nanas,” ujarnya. Kemampuan Hais mengolah nanas dia dapat dari melihat Youtube. ”Saya belajar sendiri dan langsung dikembangkan di lapangan,” katanya.

Walau Hais hanya menyelesaikan pendidikan formal sampai sekolah dasar, dia beranggapan, kemampuan seseorang diperoleh dari mereka yang mau belajar. Sang istri, Yusmaidah, turut membantunya dalam mengolah nanas dan terkadang memberikan masukan yang memperkaya hasil olahan yang mereka buat.

Pengetahuan ini kemudian Hais tularkan kepada generasi muda agar mereka tertarik untuk mengembangkan nanas. ”Ada 30 pemuda yang saya ajak untuk berkreasi. Bahkan, beberapa mahasiswa juga kerap datang ke sini untuk melihat proses pengolahan nanas,” katanya. Mereka adalah pemuda desa yang memiliki ketertarikan untuk bertani dan belum mendapatkan pekerjaan.

Dengan mengolah nanas menjadi beragam produk turunan, akan memberikan nilai tambah. Bahkan, dari berkebun dan mengolah nanas, dia dapat menghasilkan sekitar Rp 30 juta per bulan. Dengan hasil yang melimpah seperti ini, tentu anak muda akan tertarik menjadi petani.

Peluang ini bahkan sudah tercium oleh eksportir dari China yang menawarinya untuk bekerja sama. Bahkan, harga dari setiap nanas yang diekspor dihargai Rp 6.000 per buah. Bahkan, sang eksportir tetap menerima segala bentuk nanas yang dia hasilkan. Namun, tawaran itu dia tolak.

Hais menilai, ketika nanas Prabumulih itu sudah dikirim untuk ekspor, maka tidak ada lagi nanas yang tertinggal. ”Dengan begitu, nanas Prabumulih hanya sekadar nama di kotanya sendiri,” tuturnya. Hal ini dikhawatirkan akan membuat identitas Prabumulih sebagai kota nanas akan hilang seketika.

Kini, sudah banyak warga yang tertarik untuk mengembangkan nanas lagi. Mereka mengubah lahan karetnya menjadi hamparan nanas yang kini jauh lebih menguntungkan dibandingkan bertanam karet yang saat ini harganya sedang turun.

KOMPAS/RHAMA PURNA JATI----Petani mengupas nanas Prabumulih langsung di kebunnya yang terletak di kawasan Patih Galuh, Kecamatan Prabumulih Barat, Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, Selasa (25/5/2021). Jumlah nanas Prabumulih kian menipis karena banyak petani yang beralih ke komoditas lain.

Pemerintah Kota Prabumulih pun seakan tertarik dengan konsep yang Hais buat. Bahkan, Hais diminta pemerintah kota untuk mengembangkan nanas di beberapa lokasi yang lahannya belum produktif. Dengan sukarela dia membantu semua yang ingin berlajar bersama. ”Semua ini saya lakukan untuk satu tujuan, yakni melestarikan nanas Prabumulih agar tidak punah,” katanya.

BIODATA

Nama: Hais

Tempat/Tanggal Lahir: Semendo, 10 Mei 1964

Istri: Yusmaidah (55)

Pendidikan:

- SD Gistang Lampung Utara

- SMP Kasui Lampung Utara (tidak selesai)

Oleh   RHAMA PURNA JATI

Editor:    MOHAMMAD HILMI FAIQ

Sumber: Kompas, 16 Juni 2021

No comments:

Post a Comment