Monday, December 16, 2019

Nurman Farieka, Pemuda Bandung yang “Menyulap” Ceker Ayam Jadi Sepatu

KOMPAS/CORNELIUS HELMY HERLAMBANG--Nurman Farieka Ramdhany

Biasanya sepatu dibuat dari kulit sapi, tapi Nurman Farieka Ramdhany (34) membuat sepatu dari kulit ceker ayam. Bayangkan, berapa ceker ayam yang dipakai untuk sepasang sepatu.

Nurman “menyulap” kulit ceker ayam yang awalnya hanya limbah, jadi sepatu berharga hingga jutaan rupiah. Berkat usahanya, pedagang ceker ayam dan para pengrajin sepatu ikut mendapat rezekinya.

“Sayur … Sayur … Sayur ….” Dari kejauhan, teriakan suara Asep Solehudin (35) terdengar di Gang Subur, Kecamatan Regol, Kota Bandung, Rabu (11/12/2019). Suaranya memanggil pelanggan beradu keras dengan bunyi mesin sepeda motor yang dimodifikasi jadi gerobak sayur. Setelah melayani beberapa ibu rumah tangga, dia bergegas menuju rumah Nurman di gang sempit yang sama.


“Ini kang ceker ayamnya. Ada 17 kilogram. Saya bawakan yang besar-besar,” kata Asep. “Hatur nuhun,” jawab Nurman, sembari melihat ceker ayam yang dipotong dari bagian lutut. Dari ukurannya, ceker itu milik ayam negeri berbobot 2 kilogram.

Nurman mengatakan, Asep adalah salah satu motor pembuatan sepatu kulit ceker ayam yang digelutinya sejak dua tahun lalu. Asep jadi salah satu pengepul ceker ayam. Nurman membayar ceker ayam itu lebih tinggi dibanding harga pasar. Bila normalnya Rp 20.000 per kilogram, ia membelinya Rp 25.000 per kilogram. Sehari, Nurman bisa menerima 20-30 kilogram. Ia  membayar ceker ayam itu lebih tinggi dibanding harga pasar. Jika di pasar harganya Rp 20.000 per kilogram, ia membelinya dari pengepul Rp 25.000 per kilogram. Sehari, ia  bisa menerima 20-30 kilogram.

Pasokan ceker segar itu dari Asep segera dibawa Nurman ke lantai dua rumahnya.  Di ruangan berukuran 4 meter x 5 meter, “keajaiban” itu dibuat. Di dekat pintu, Aman (45), perajin yang bekerja untuk Nurman, sibuk menguliti ceker ayam. Setelah melepas kulit ari, dia mengiris kulit dan menariknya dari ceker.

“Daging dan tulang dibawa ke rumah. Selain dikonsumsi sendiri juga dibagikan ke tetangga,” kata Aman. Biasanya, dari 20 kilogram ceker menghasilkan sekitar 3 kilogram kulit ceker. Kulit ceker itu kemudian masuk proses penyamakan hingga 10 hari.

Di sebelah Aman, ada Dedi Haryono (32), perajin lainnya. Dedi bertugas merangkai kulit ceker ayam sesuai pola. Proses ini butuh kreativitas tinggi agar motif khas empat kaki beserta totolnya hidup di desain sepatu. Bak puzzle, Dedi menyambung satu persatu lembaran kulit dan dijahit sesuai pola.

Saat pola sudah terbentuk, giliran tangan Ahmad Jaenudin (65) beraksi. Dia membuat dan menyambungkan insole dan outsole sepatu. Dengan pengalaman lebih dari 15 tahun membuat sepatu merek papan atas, Jaenudin terlihat tak kesulitan melakukannya.

“Pak Jaenudin guru bagi perajin lain. Pengalamannya di pembuatan sepatu papan atas jadi modal besar,” kata Nurman yang membuat  Jaenudin tersenyum lebar mendengar pujian itu.

Dari proses panjang itu, jadilah sepatu berbahan ceker ayam yang diberi merek Hirka. Nama Hirka diambil dari bahasa Turki,  yang artinya “dicintai”. “Harapannya agar sepatu buatan tangan ramah lingkungan ini selalu dicintai banyak orang,” ujar Nurman.

Untuk membuat sepasang sepatu, diperlukan antara  30-80 kulit ceker yang telah disamak.  Sejauh ini, kolaborasi Nurman dengan para perajinnya berjalan mulus. Sebanyak 40 pasang sepatu formal dibuat setiap bulannya. Mirip corak kulit ular, sepatu laku dijual Rp 700.000-Rp 6 juta per pasang.

Bikin heran
Kemampuan Nurman mengubah ceker ayam jadi bahan sepatu membuat banyak orang heran. Asep yang memasok ceker untuk Nurman pun awalnya tidak percaya.  “Katanya mau jadi sepatu. Saya tidak percaya tapi ternyata benar,” katanya.

Nurman menceritakan, kemampuannya membuat sepatu dari kulit ceker ayam diperoleh lewat proses panjang. Sebenarnya ayahnya, Fatah Faturahman (54), yang bereksperimen menyamak kulit ceker ayam sekitar 17 tahun lalu. Namun, hasil eksperimen itu dibiarkan begitu saja tanpa sentuhan.

Nurman mencoba menyempurnakan proses penyamakan kulit ceker. Ia perlu waktu setahun dan biaya sekitar Rp 100-an juta rupiah untuk eksperimen. Setelah beberapa kali gagal, ia akhirnya  berhasil bahan kulit ceker ayam yang ideal untuk sepatu. Sejak saat itu, ia memulai produksi sepatu kulit ceker untuk pameran. Di luar dugaannya, beberapa prototipe sepatu yang ia buat laku  Rp 2 juta per pasang.

KOMPAS/CORNELIUS HELMY HERLAMBANG--Nurman Farieka Ramdhany

Melihat peluang pasar, ia  mantap memproduksi lebih banyak sepatu dan rutin ikut pameran. Dari situ, sepatu ceker ayamnya dikenal orang. Pembeli dari dalam dan luar negeri mulai berdatangan ke rumah Nurman yang berada di jalan kecil.

“Pernah ada beberapa konsumen dari Brasil berjam-jam cari rumah saya untuk beli sepatu.  Sepatunya langsung dipakai,” kata dia.

Perlahan Nurman semakin dikenal. Namun, dia tak pelit membagi ilmu. Nurman  berusaha  menyediakan waktu bagi ratusan mahasiswa desain yang mau belajar pengolahan ceker ayam. “Harapannya, mereka kelak jadi kompetitor. Persaingan sehat bakal membuat proses kreatif Hirka berjalan lebih baik,” katanya.

Akan tetapi, perjalanan Hirka tak selalu mulus. Meski laku dijual, biaya produksinya tinggi. Akibatnya, penghasilan tak lekas beranjak besar.
“Dengan dana terbatas, saya terkendala pengembangan produk untuk membuat perajin lebih sejahtera. Pernah ada permintaan 100 pasang sebulan tapi mentok di 40 pasang saja,” kata Nurman yang sempat berpikir mundur dari bisnis ini.

Akan tetapi, setelah berdiskusi dengan beberapa rekan hingga membaca tren pasar, niat mundur diurungkan. Ceker ayam tetap dipertahankan tapi dikombinasikan dengan model kasual yang kini jadi tren.

Pengalaman ikut ajang 10th Indonesia SATU Award 2019 yang dinisiasi PT Astra International Tbk juga memberikan pelajaran berharga. Saat proses penjurian, ia diingatkan para juri agar tidak cepat puas. Punya produk unik harus terus jadi modal kuat terus berinovasi untuk masyarakat. Jawaban yang disampaikan pada juri saat ditanya mengapa produknya layak jadi yang terbaik, dijadikannya alarm kreatif.

“Produk saya keren!,” kata Nurman. Benar saja, Nurman jadi yang terbaik untuk kategori kewirausahaan dalam ajang itu.

Kini, riset sepatu kasual sudah hampir rampung. Sol keras diganti karet. Jahitan blake stitch welting (menyatukan bagian atas sepatu dan sol dengan menjahitnya dari dalam) diganti cementing menggunakan lem. Kulit ceker ayam yang tadinya menyelimuti tubuh sepatu, kini jadi ornamen menarik.

“Ada dua produk sepatu kasual yang bakal dikeluarkan tahun depan. Targetnya 500 pasang per bulan. Bakal lebih murah dibanding sepatu formal yang tetap bakal dibuat 40 pasang per bulan,” kata dia. Harapannya besar. Dengan produksi lebih besar, ia bakal menambah 30 orang baru, mulai dari penyedia ceker ayam, perajin, hingga promosi produk.

KOMPAS/KELVIN HIANUSA--Nurman Farieka

Ringankan beban
Jelang siang, telepon genggam Nurman mendengung di antara obrolan hangat bersama para perajinnya. Di ujung telepon, anggota tim promosi meminta dia mengirimkan konten kisah Hirka. Rencananya, kisah itu akan disajikan dalam website yang kini tengah dibuat.

“Tahun depan, promosi bakal diperkuat dengan website dan media sosial. Semua mutlak dimiliki Hirka bila ingin berumur panjang,” katanya.

Mendengar Hirka bakal berevolusi, raut muka Asep si tukang sayur semringah. Hal itu bakal meringankan tugas mulia di kampung halamannya di Garut.

Kini, bapak tiga anak itu mengasuh dua anak yatim dan orang tidak mampu. Tidak hanya menyediakan tempat tinggal Asep membiayai semua biaya hidup anak-anak itu. Bagi pedagang sayur keliling beromzet Rp 2 juta per hari itu, usaha Hirka yang semakin maju jadi kabar baik bagi dia.

“Didoakan tambah maju agar saya ikut kecipratan rezeki untuk membiayai lebih banyak anak-anak tidak mampu di kampung,” kata Asep.

Harapan Asep membuat Nurman terhenyak. Sebelumnya, dia tak menyangka karya kreatifnya berpengaruh sebesar itu. Siang itu, di pengujung tahun 2019, ia semakin yakin untuk membesarkan Hirka. Bukan semata mengejar rupiah tapi membuat orang yang terlibat di dalamnya bahagia lewat sepatu yang dicintai khalayak.

Nurman Farieka Ramdhany
Lahir : Bandung, 11 Februari 1995
Pendidikan terakhir : SMAN 17 Bandung (2013)

Penghargaan: Pemenang 10th Indonesia SATU Award 2019 PT Astra International Tbk kategori kewirausahaan

Oleh  CORNELIUS HELMY

Editor:  BUDI SUWARNA

Sumber: Kompas, 17 Desember 2019

1 comment:

  1. Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
    Sistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
    Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
    Link Alternatif :
    arena-domino.club
    arena-domino.vip
    100% Memuaskan ^-^

    ReplyDelete