Tuesday, March 26, 2019

Handoko Hendroyono Menciptakan Etalase Mentereng Produk Lokal di Blok M

KOMPAS/HERLAMBANG JALUARDI---Handoko Hendroyono adalah salah satu pendiri M Bloc Space yang terletak di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Ruang yang beroperasi sejak September 2019 itu menjadi etalase bagi produk kreatif dalam negeri, seperti kuliner, musik, film, kerajinan tangan, hingga barang kebutuhan sehari-hari. Di bekas gudang milik Peruri yang kini telah berganti fungsi itu menjadi toko kelontong bernama M Bloc Market, Minggu (31/1/2021).

Handoko Hendroyono menggagas penciptaan ruang pajang bagi produk lokal. M Bloc Space dengan segala wahana di dalamnya adalah salah satu wujudnya. Merek lokal dirayakan di tempat-tempat yang pernah diabaikan.

Nama Handoko Hendroyono wangi di dunia periklanan. Jenuh dengan mendagangkan produk orang lain, dia beralih menjadi pembuat atau maker. Produksi film adalah awalnya. Dia lantas menggagas penciptaan pasar kreatif yang juga memberi dampak bagi perubahan perilaku.

Handoko bekerja di biro periklanan sejak 1988, ketika masih menjadi mahasiswa Jurusan Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Beragam pariwara telah dia garap. Yang paling beken, bisa jadi adalah iklan teh kemasan dengan jargon ”apa pun makanannya…”, atau iklan air mineral ”sumber air su dekat” itu.

”Tapi saya seperti medioker di sana (periklanan). Semula saya selalu berambisi meraih penghargaan emas. Namun, semakin saya mendalami dunia periklanan, ambisi itu perlahan memudar,” kata Handoko menjelang petang di M Bloc Space, kawasan Blok M, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Dia bercerita, dunia periklanan yang dia geluti waktu itu begitu mendewakan posisi pengarah kreatif atau creative director, peran yang ia emban. Sementara, posisi perancang grafis ada di ”tingkat bawah”. Handoko ”turun” dari menara gadingnya. Dia bergaul dengan seniman berbagai ranah, seperti film, musik, grafis, hingga arsitektur.

Persinggungannya dengan beragam disiplin ilmu dan seni itu memberinya cakrawala baru. Dia terpantik untuk menjadi pembuat, layaknya musisi membuat lagu atau sutradara membuat film. Menjadi pembuat berbeda dengan apa yang dia kerjakan di dunia periklanan yang dia sebut ”penuh kepalsuan” atau ”memengaruhi orang seolah-olah perlu membeli barang yang diiklankan”.

Tempat pertemuan kami saat itu adalah ”buatan” Handoko, yang dibuka sejak September 2019. Semula, tempat itu adalah kompleks gudang dan rumah dinas milik Perum Uang RI (Peruri) yang tak lagi difungsikan. Lihatlah sekarang. Kaum muda berbondong-bondong mendatanginya. Tempat yang sempat kusam terabaikan jadi bergelimang lampu dan gagasan.

M Bloc Space digagas Handoko bersama lima orang lain dari disiplin berbeda-beda. Ada Wendi Putranto dan (almarhum) Glenn Fredly dari kancah musik. Ada Lance Mengong dari industri perfilman. Ada pula arsitek Jacob Gatot Sura, serta pebisnis Mario Sugianto. Mereka mendirikan PT Ruang Riang Milenial yang membawahi M Bloc Space, dengan Handoko sebagai CEO.

Wahana termutakhir di M Bloc Space adalah M Bloc Market dan Creative Hall yang diresmikan sejak Jumat (19/3/2021). M Bloc Market merupakan toko kelontong swalayan yang hanya menjual produk dalam negeri. Adapun Creative Hall bakal menjadi ruangan untuk pelaku industri kreatif dalam menggodok dan mempresentasikan ide-ide mereka.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO---Pegawai menyiapkan nama pada produk-produk lokal dari sekitar 200 UKM terkurasi di gerai grosir M Bloc Market yang menempati bekas gudang milik Perum Peruri di M Bloc Space, Blok M, Jakarta, Minggu (7/3/2021). M Bloc Market berusaha memberi dukungan terhadap produk lokal untuk masuk ke ranah penjualan ritel.

”Toko (kelontong) itu menjual barang kebutuhan sehari-hari khusus untuk produk lokal. Asal-muasal barangnya pun jelas. Komoditas kopi, misalnya, pembeli akan tahu asal kopinya dari mana, sampai nama petaninya siapa,” jelas Handoko. Ratusan jenama (merek) dijual di sana, 70 persen di antaranya produk UMKM, dan sisanya produk dalam negeri dari merek yang sudah dikenal masyarakat.

Dua wahana itu melengkapi fasilitas yang sudah berjalan sejak 2019. Di situ terdapat belasan tenant makanan dan minuman, toko barang kerajinan, dan toko album musik. Tak satu pun merek internasional/multinasional membuka gerai di situ. Ini bukan urusan nasionalisme semata. Bagi Handoko, jenama dalam negeri memang sedang menggeliat dan pantas mendapat etalase mentereng.

”Pasar sebenarnya sedang menggemari merek-merek lokal. Bukannya saya antiasing, tapi lihat saja, lokasi terbaik di mal masih dikuasai merek yang itu-itu terus. Sepertinya, mereka (pemilik properti) kurang percaya merek lokal bisa menarik pengunjung,” kata pemakai sepatu merek Compass ini.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO---Produk-produk lokal dari sekitar 200 UKM terkurasi ditata di gerai grosir M Bloc Market yang menempati bekas gudang milik Perum Peruri di M Bloc Space, Blok M, Jakarta, Minggu (7/3/2021).

Perilaku baru

Pengunjung M Bloc Space memang tergolong ramai, bahkan ketika Jakarta masih menjalani pembatasan aktivitas luar rumah. Pengunjung memang dibatasi; baik lokasi duduknya, kewajiban pakai masker, maupun durasi kunjungannya. Dibandingkan sebelum pandemi, jumlah pengunjung itu memang jauh berkurang. Secara hitungan ekonomi, jumlah  pengunjung yang merosot bisa dianggap sebagai hal yang merugikan. Namun, tempat ini berhasil membentuk perilaku baru.

Parameter sederhananya, M Bloc Space tidak menyediakan tempat parkir kendaraan pribadi. Area parkir terdekat ada di dalam kawasan Blok M. Dari situ, orang perlu berjalan kaki, demikian halnya jika naik MRT. Toh, orang tetap berdatangan. Secara tidak langsung, M Bloc ”memaksa” pengunjungnya berjalan kaki.

KOMPAS/AGUS SUSANTO---Pesepeda melintasi kawasan M Bloc Space yang ditulisi ”Semoga Cepat Sembuh Jakarta” di Jalan Panglima Polim, Jakarta Selatan, Jumat (18/9/2020). Perlu kesadaran warga mengikuti protokol kesehatan Covid-19 dan ketegasan dari pemerintah di lapangan agar upaya pengetatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta benar-benar bermanfaat menurunkan laju pertambahan kasus baru Covid-19.

”Dari yang tadinya enggak ada, tiba-tiba ada kultur jalan kaki. Ini menarik dari segi marketing, ketika berhasil membangun kebiasaan baru, branding itu akan lebih kuat. Perlu keberanian untuk menjadi pionir, sih,” kata Handoko, yang pernah ditentang ketika mengusulkan meniadakan tempat parkir di sana.

Dampak serupa juga diharapkan dari gedung pertunjukan yang diberi nama Live House. Gedung pertunjukan itu membuka pintu selebar-lebarnya bagi musisi/band dalam negeri, baik pendatang baru seperti Black Horses, maupun rocker kawakan sekelas Slank. Penampil di Live House harus punya dan mementaskan karya sendiri. Mungkin terdengar muluk membandingkannya dengan Studio Abbey Road yang mencetak banyak band Inggris sebelum mereka menginvasi dunia sejak dekade 1960-an. Namun, arahnya bisa dibaca ke sana.

Dasar dari gagasan-gagasan itu adalah pemecahan masalah. Minimnya panggung yang layak bagi pemusik indie adalah problema klasik. Warga Jakarta juga terbilang enggan berjalan kaki. Etalase buat produk kuliner pun tak memihak merek-merek lokal. Itu adalah segelintir masalah yang coba dipecahkan oleh Handoko bersama kawan-kawannya di Ruang Riang Milenial.

Sebelumnya, dengan semangat yang sama, Handoko membuka resto gelato bernama Kebunide di daerah Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, tiga bulan sebelum M Bloc Space diresmikan. Sesuai namanya, resto itu berkonsep kebun, memanfaatkan lahan kosong. Handoko menanam pakcoy, pagoda, atau bunga telang sebagai bahan gelato.

----Meracik kopi paling nikmat di Filosofi Kopi.

Mundur jauh ke belakang, Handoko adalah produser film Filosofi Kopi yang disutradarai Angga Dwimas Sasongko. Film itu punya ”produk turunan” berupa kedai kopi bernama sama di kawasan Melawai, Blok M. Kedai itu dibuka persis ketika filmnya rilis di bioskop pada 9 April 2015, yang sekaligus menandai mundurnya dia dari dunia periklanan. Penonton filmnya bisa jadi tak sebanyak pengunjung kedainya. Namun, lagi-lagi, Handoko berhasil ”membangunkan” daerah Melawai yang pernah menjadi trendsetter di dekade 1990-an.

”Musisi membikin album untuk menyampaikan pesan. Sutradara membuat film. Kalau saya terobsesi menyampaikan pesan lewat tempat,” kata konsultan peremajaan Sarinah ini.

KOMPAS/HERLAMBANG JALUARDI---Handoko Hendroyono, salah satu pendiri M Bloc Space.

HANDOKO HENDROYONO

Lahir: Ponorogo, Jawa Timur, 26 Mei 1963

Pendidikan terakhir: Jurusan Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

Karya buku:

- Brand Gardener (2012)

- Do (2014)

- Fish Eye (2015)

- Artisan Brand (2019)

Karya film:

- Filosofi Kopi (2015)

- Filosofi Kopi 2: Ben & Jody (2017)

- Wonderful Life (2016)

- Surat dari Praha (2016)

- Naura & Genk Juara (2017)

Oleh  HERLAMBANG JALUARDI

Editor:   MARIA SUSY BERINDRA

Sumber: Kompas, 25 Maret 2021

No comments:

Post a Comment