Wednesday, March 20, 2019

Afidha Fajar Adhitya, Keunikan Jam Tangan Kayu Eboni dari Klaten

KOMPAS/HARIS FIRDAUS---Pendiri usaha jam tangan kayu Eboni Watch, Afidha Fajar Adhitya, berfoto di kantor Eboni Watch di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Selasa (9/3/2021).

Afidha Fajar Adhitya merintis usaha jam tangan kayu Eboni Watch dengan modal pas-pasan. Namun, usaha itu kemudian berkembang pesat dan produk-produk Eboni Watch telah melanglang buana ke sejumlah negara.

Afidha Fajar Adhitya (30) merintis usaha jam tangan kayu Eboni Watch dengan modal pas-pasan. Usahanya berkembang pesat dan produk uniknya telah melanglang buana ke sejumlah negara. Produksi jam tangan kayu dijalankan dengan prinsip mendukung kelestarian lingkungan dan penghargaan terhadap pekerja.

Berawal pada tahun 2014, Afidha tertarik jam tangan kayu yang dijual di pasaran. ”Aku memang senang dengan jam tangan kayu dan waktu itu baru ada tiga merek jam tangan kayu di Indonesia. Jadi, pasar jam tangan kayu di Indonesia itu masih besar,” ujar Afidha saat ditemui di kantor Eboni Watch di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Selasa (9/3/2021).

Untuk itulah, Afidha memutuskan menjajal usaha produksi jam tangan kayu. Dia mencari referensi desain jam tangan kayu di internet dan mengamati produk-produk jam tangan yang sudah lebih dulu dijual di Indonesia.

Dari hasil pengamatan itu, Afidha memutuskan membuat jam tangan kayu berbentuk bulat dengan strap atau tali dari kulit sapi agar berbeda dengan merek lain. Lalu, dia mencari perajin di Yogyakarta yang bisa membuat jam tangan kayu. Waktu itu, Afidha masih tinggal di Yogyakarta.

KOMPAS/HARIS FIRDAUS---Pendiri usaha jam tangan kayu Eboni Watch, Afidha Fajar Adhitya, memasang sekrup pada jam tangan kayu di kantor Eboni Watch di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Selasa (9/3/2021). Eboni Watch dirintis Afidha sejak tahun 2014 dan saat ini telah memproduksi 62 model jam tangan kayu. Produk-produk Eboni Watch tak hanya dibeli oleh pembeli Indonesia, tetapi juga dari negara lain, seperti Jepang, Korea, Taiwan, Australia, Inggris, Perancis, Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan hampir seluruh negara di Asia Tenggara.

Setelah menemukan kecocokan, Afidha meminta sang perajin membuat satu buah jam tangan kayu sebagai prototipe. ”Sesudah prototipe pertama jadi, aku langsung pesan sepuluh jam tangan kayu ke perajin itu,” katanya.

Untuk membiayai produksi awal jam tangan kayu, dia meminjam uang dari temannya sebesar Rp 2 juta. Dengan uang pinjaman itu, dia berhasil membiayai produksi 11 buah jam tangan kayu yang kemudian dijual melalui Instagram.

”Pembeli pertama melalui Instagram itu malah orang dari Afrika Selatan. Dia beli tiga buah jam tangan kayu dengan total harga Rp 2 juta,” tutur Afidha. Uang hasil penjualan pertama itulah yang kemudian dipakai Afidha untuk membiayai produksi selanjutnya.

Pada tahun 2014-2016, Afidha masih menggantungkan proses produksi jam tangan kayunya kepada perajin di Yogyakarta. Lama-kelamaan, dia merasa tidak puas dengan hasil produksi para perajin itu. ”Aku sempat gonta-ganti perajin karena pekerjaannya tidak bisa cepat dan kalau diminta cepat, hasilnya jelek,” katanya.

KOMPAS/HARIS FIRDAUS---Pendiri usaha jam tangan kayu Eboni Watch, Afidha Fajar Adhitya, memasang sekrup pada jam tangan kayu di kantor Eboni Watch di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Selasa (9/3/2021).

Oleh karena itu, pada tahun 2016, Afidha memutuskan untuk membuat jam tangan kayu sendiri. Waktu itu, Afidha belum memiliki pengetahuan atau keterampilan membuat kerajinan dari kayu sehingga dia harus belajar dari nol. Pada masa-masa awal, dia juga harus memproduksi jam tangan kayu itu sendirian karena belum bisa mempekerjakan karyawan.

”Aku produksi sendiri sampai tahun 2017. Waktu itu, aku sendiri juga yang jualan dan promosi via media sosial. Akhir tahun, baru ada yang mulai bantuin produksi,” ujar ayah dua anak itu.

Sejak tahun 2017, Afidha memutuskan memindahkan usahanya dari Yogyakarta ke Klaten yang merupakan kampung halamannya untuk menghemat biaya. Hingga sekarang, kantor dan tempat produksi Eboni Watch menempati sebuah rumah milik keluarga Afidha di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Klaten.

Saat ini, Eboni Watch memiliki 15 pekerja yang terdiri dari 8 orang di bagian produksi dan sisanya mengurusi administrasi dan media sosial. Afidha menyebut, seluruh pekerja di bagian produksi berasal dari Klaten, sementara beberapa pekerja yang mengurusi administrasi dan media sosial berasal dari Yogyakarta.

KOMPAS/HARIS FIRDAUS---Pendiri usaha jam tangan kayu Eboni Watch, Afidha Fajar Adhitya, menunjukkan jam tangan dengan nama Eboni Pamor di kantor Eboni Watch di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Selasa (9/3/2021).

Limbah kayu

Pada mulanya, jam tangan kayu Eboni Watch menggunakan kayu eboni atau kayu hitam asal Sulawesi sebagai bahan baku. Kayu eboni dinilai cocok sebagai bahan baku jam tangan karena kayu itu sangat keras dan kuat. Merek jam tangan yang diproduksi Afidha pun terinspirasi dari nama kayu tersebut.

Namun, sejak beberapa tahun lalu, kayu eboni menjadi kian langka sehingga Afidha tak lagi menggunakan kayu itu sebagai bahan baku. ”Kalau aku masih memakai kayu eboni, aku merasa bersalah karena tidak ikut menjaga kelestariannya,” tutur Afidha.

Oleh karena itu, Afidha beralih menggunakan kayu maple dan kayu sonokeling sebagai bahan baku. Dua jenis kayu itu juga dinilai cukup kuat sehingga jam tangan kayu Eboni Watch tidak mudah rusak. Produk Eboni Watch juga disebut bisa digunakan untuk aktivitas air yang bersifat rekreasional dan harian, misalnya wudhu dan mencuci.

KOMPAS/HARIS FIRDAUS---Seorang pekerja menghaluskan kayu yang akan diolah menjadi jam tangan kayu di kantor Eboni Watch di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Selasa (9/3/2021). Eboni Watch yang dirintis Afidha Fajar Adhitya sejak tahun 2014 dan saat ini telah memproduksi 62 model jam tangan kayu. Produk-produk Eboni Watch tak hanya dibeli oleh pembeli Indonesia, tetapi juga dari negara lain, misalnya Jepang, Korea, Taiwan, Australia, Inggris, Perancis, Amerika Serikat, Afrika Selatan, serta hampir seluruh negara di Asia Tenggara.

Afidha menyebut, bahan baku kayu yang dipakai Eboni Watch itu merupakan kayu-kayu sisa dari sentra pembuatan gitar di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. ”Kayu yang tidak terpakai untuk buat gitar itulah yang kami beli,” ujarnya. Keputusan tak lagi menggunakan kayu eboni dan memakai kayu sisa itu menunjukkan, Afidha juga memikirkan kelestarian lingkungan dalam menjalankan usahanya.

Sementara itu, mesin jam yang dipakai Eboni Watch merupakan mesin jam asal Jepang dengan merek Miyota. Mesin jam itu dipilih karena kuat dan tahan lama. Saat ini, Eboni Watch memiliki 62 jenis produk dengan harga variatif, dari Rp 300.000 sampai Rp 2,5 juta. Adapun kapasitas produksi Eboni Watch bisa mencapai 1.200 buah jam tangan per bulan.

Sampai sekarang, penjualan Eboni Watch terutama mengandalkan kanal-kanal daring, misalnya media sosial, website, dan e-commerce atau situs penjualan daring. Sebelum pandemi Covid-19, Eboni Watch juga kerap mengikuti pameran produk di beberapa kota dan menjalin kerja sama dengan sejumlah toko jam. ”Setelah pandemi, kami full berjualan secara online (daring),” kata Afidha.

Dengan penjualan secara daring itu, produk Eboni Watch bisa mencapai pasar yang luas. Bahkan, para pembeli jam tangan kayu itu bukan hanya berasal dari Indonesia, melainkan juga dari negara lain, misalnya Jepang, Korea, Taiwan, Australia, Inggris, Perancis, Amerika Serikat, Afrika Selatan, serta hampir seluruh negara di Asia Tenggara.

Beberapa produk Eboni Watch juga telah meraih penghargaan, misalnya dalam ajang Indonesia Good Design Selection (IGDS) tahun 2019 dan 2020 yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian serta Good Design Indonesia 2020 yang digelar Kementerian Perdagangan. Selain itu, produk Eboni Watch juga meraih penghargaan level internasional Golden Pin Design Award 2020 yang digelar di Taiwan.

Produk Eboni Watch yang meraih penghargaan dalam IGDS 2020 adalah jam tangan kayu yang diberi nama Eboni Pamor. Bagian dial atau wajah jam tangan Eboni Pamor itu menggunakan logam yang ditempa dengan cara seperti pembuatan keris sehingga memunculkan pamor atau guratan dengan pola tertentu yang biasa terdapat pada keris.

Afidha menuturkan, Eboni Pamor dibuat melalui kolaborasi dengan seniman Sigit Pamungkas asal Solo, Jawa Tengah, serta produsen pakaian dan aksesori Damn! I Love Indonesia. Selain sebagai produk komersial, jam tangan Eboni Pamor itu juga merupakan penghargaan terhadap keris sebagai warisan budaya Indonesia.

KOMPAS/HARIS FIRDAUS---Eboni Watch dirintis Afidha sejak tahun 2014 dan saat ini telah memproduksi 62 model jam tangan kayu. Produk-produk Eboni Watch tak hanya dibeli oleh pembeli Indonesia, tetapi juga dari negara lain, misalnya Jepang, Korea, Taiwan, Australia, Inggris, Perancis, Amerika Serikat, Afrika Selatan, serta hampir seluruh negara di Asia Tenggara.

Jatuh bangun

Sebelum merintis Eboni Watch, Afidha telah mengalami jatuh bangun merintis usaha. Pria kelahiran Klaten, Jateng, 4 Juli 1990, itu pernah mencoba berbagai macam usaha, misalnya jual beli telepon seluler, membuka warung bubur ayam, hingga memproduksi tas kulit. Semua usaha itu tak bertahan lama, tetapi semangat Afidha untuk mengembangkan usaha mandiri tak pernah surut. ”Aku juga pernah kerja kantoran, tetapi ternyata aku lebih senang usaha sendiri,” katanya.

Kegigihan Afidha itu kini terbayar dengan usaha Eboni Watch yang berkembang pesat. Meski begitu, Afidha menuturkan, Eboni Watch juga mengalami tantangan berat pada masa-masa awal. ”Eboni Watch baru mulai jalan bagus itu setelah lima tahun atau sejak tahun 2019. Sebelumnya, tidak ada yang kenal juga,” tuturnya.

Menurut Afidha, kemajuan usahanya itu antara lain terjadi setelah dia mengikuti program inkubator bisnis yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian. Dalam program itu, Afidha banyak mendapat pengetahuan baru yang berguna untuk mengembangkan bisnisnya. ”Dari ikut inkubator itu, aku jadi mengerti banyak soal bisnis dan bisa diimplementasikan di usaha ini,” ujarnya.

Afidha menambahkan, dirinya juga berupaya memberikan gaji yang layak kepada para karyawannya. Dia menyebut, seluruh karyawan Eboni Watch digaji di atas Upah Minimum Kabupaten (UMK) Klaten. ”Kalau penjualan di atas target, aku juga memberikan bonus kepada karyawan. Yang membuat pekerjaan mereka kualitasnya bagus itu karena pendapatan mereka juga bagus,” ujarnya.

Afidha Fajar Adhitya

Lahir: Klaten, Jawa Tengah, 4 Juli 1990

Pendidikan terakhir: D-3 Bahasa Inggris Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Pekerjaan: Pemilik usaha jam tangan kayu Eboni Watch

Oleh   HARIS FIRDAUS

Editor:   MARIA SUSY BERINDRA

Sumber: Kompas, 20 Maret 2021

No comments:

Post a Comment