KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA---Pendiri Rumah Kopi Ranin, Uji Sapitu (kiri) dan Tejo Pramono (kanan), berpose di depan Rumah Kopi Ranin di Desa Cikarawang, Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/5/2021). Selain menjual kopi dari petani kecil, Rumah Kopi Ranin berkembang menjadi sekolah kopi nonformal bagi keluarga petani, pelanggan, dan mahasiswa. Rumah Kopi Ranin, kependekan dari Rakyat Tani Indonesia, berdiri sejak tahun 2012
Dari kedai kopi sederhana di Desa Cikarawang, Bogor, Jawa Barat, Tejo Pramono (48) dan Uji Sapitu (49) membuat sekolah kopi nonformal guna membuka cakrawala keluarga petani di seluruh Nusantara.
Suara semilir angin ditemani aliran Sungai Ciapus terdengar di Rumah Kopi Ranin, Desa Cikarawang, Bogor, Jawa Barat. Dari kedai kopi sederhana inilah, Tejo Pramono (48) dan Uji Sapitu (49) membuat sekolah kopi nonformal guna membuka cakrawala keluarga petani di seluruh Nusantara.
Secara turun temurun, petani Indonesia menjual kopi kepada perusahaan besar tanpa memerhatikan kualitas karena harganya telah ditetapkan. Peluang petani menjual kopi ke pasar premium akhirnya terbuka seiring kebangkitan kedai kopi belakangan ini. Namun, tak semua petani mampu menyasar pasar fine coffee lantaran minim pengetahuan tentang rasa dan kualitas.
Duo sahabat semasa kuliah, Tejo dan Uji, awalnya mendirikan Rumah Kopi Ranin atau Rakyat Tani Indonesia untuk memasarkan kopi petani kecil. Seiring berjalannya waktu, kedai kopi ini berkembang menjadi sekolah kopi nonformal bagi keluarga petani, pelanggan, dan mahasiswa.
“Petani kopi itu secara ekonomi belum menggembirakan sementara hiruk pikuk kopi ada di kota-kota besar. Padahal, cita rasa secangkir kopi itu itu sebenarnya lahir di kebun,” kata Uji di Desa Cikarawang, Bogor, Selasa (4/5/2021).
Petani kopi itu secara ekonomi belum menggembirakan sementara hiruk pikuk kopi ada di kota-kota besar. Padahal, cita rasa secangkir kopi itu itu sebenarnya lahir di kebun. -- Uji Sapitu
Lewat program sekolah kopi, Tejo dan Uji berbagi pengetahuan kepada petani kecil cara membuat biji kopi berkualitas di proses hulu. Namun, sebelumnya petani sengaja diajak menjalani coffee cupping atau uji cita rasa kopi terlebih dulu. Ini agar mereka memiliki konsep tentang nilai cita rasa kopi dan mutu biji kopi berkualitas.
Kegiatan cupping itu menggali kemampuan sensorik petani dalam memaknai kopi dari segi aroma, rasa, dan cita rasa. Petani perlu mengidentifikasi kopi dengan rasa yang baik dan buruk dalam beberapa gelas berbeda serta bagaimana rupa jenis biji kopi tersebut. Alhasil, mereka jadi lebih objektif ketika menilai kopi produksi sendiri dan menyasar kualitas kopi yang diinginkan.
Setelah itu, kegiatan pendampingan berlanjut. Petani dibantu cara menjemur, menyimpan, dan mengayak kopi. Lama pelatihan dasar ini umumnya sekitar empat hari. Proses pendampingan ini kemudian berlanjut hingga pengiriman sampel kopi petani pasca pelatihan ke Rumah Kopi Ranin untuk diolah, dicicipi, dan diberi masukan.
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA---Dua karyawan di Rumah Kopi Ranin, Anto dan Septian, melakukan coffee cupping atau uji citarasa kopi di Rumah Kopi Ranin, di Desa Cikarawang, Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/5/2021). Selain menjual kopi dari petani kecil, Rumah Kopi Ranin berkembang menjadi sekolah kopi nonformal bagi keluarga petani, pelanggan, dan mahasiswa. Rumah Kopi Ranin, kependekan dari Rakyat Tani Indonesia, didirikan oleh Tejo Pramono dan Uji Sapitu sejak tahun 2012
Tejo dan Uji, dibantu karyawan lainnya, telah mendampingi sekitar 150 petani di lebih dari 10 lokasi tersebar di seluruh Indonesia. Mereka adalah keluarga petani yang rata-rata menggunakan lahan milik Perhutani. Kisaran usia petani yang didampingi sekitar 17-60 tahun.
Petani-petani itu berasal dari, antara lain Bogor dan Garut (Jawa Barat), Lampung Barat (Lampung), Humbang Hasundutan (Sumatera Utara), Muara Enim (Sumatera Selatan), Enrekang (Sulawesi Selatan), Alor (Nusa Tenggara Timur), dan Mamasa (Sulawesi Barat). Ada juga sekolah kopi yang tengah diinisiasi tetapi terdampak pandemi, yakni di Bandung dan Jambi.
Awalnya, harga biji kopi asalan sekitar Rp 25.000 per kilogram (kg) untuk jenis robusta dan Rp 45.000 per kg untuk arabika. Berkat sekolah kopi itu, kopi petani bisa terjual sekitar Rp 40.000-Rp 50.000 per kg untuk robusta dan Rp 90.000 per kg untuk arabika ke kafe-kafe, bahkan ada yang diekspor. “Petani jadi memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai tambah sehingga bisa menentukan harga yang pantas,” kata Tejo.
Kedua sahabat ini juga berkolaborasi dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam membuat Sekolah Kopi bagi mahasiswa sejak 2018. Mahasiswa yang terseleksi akan mendapatkan teori dan praktik tentang coffee cupping serta aneka kreasi penyeduhan kopi.
Dari gerobak
Rumah Kopi Ranin sebagai bisnis wirausaha sosial lahir pada 2012. Kedai kopi ini berawal dari sebuah gerobak di IPB dan kemudian beberapa kali pindah lokasi. Sesuai namanya, Rumah Kopi Ranin menjadi tempat pertemuan bagi petani kecil dan penikmat kopi. Namun, bisnis ini awalnya mengundang banyak pertanyaan pelanggan karena lebih mahal dari kopi sasetan.
Tejo dan Uji menyadari perlu mengenalkan kopi lewat kegiatan public coffee cupping setiap pekan. Jika dihitung-hitung, Rumah Kopi Ranin telah menggelar sekitar 190 kelas sejak 2013. Satu sesi biasanya diikuti 15-20 pelanggan. “Cupping ini membongkar rasa-rasa kopi yang sudah menjadi pakem karena selama ini pengalaman ini seolah menjadi milik industri,” tutur Uji.
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA---Karyawan Rumah Kopi Ranin menunjukan perbedaan biji kopi yang baik dan buruk di Desa Cikarawang, Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/5/2021). Selain menjual kopi dari petani kecil, Rumah Kopi Ranin berkembang menjadi sekolah kopi nonformal bagi keluarga petani, pelanggan, dan mahasiswa. Rumah Kopi Ranin, kependekan dari Rakyat Tani Indonesia, didirikan oleh Tejo Pramono dan Uji Sapitu sejak tahun 2012
Kegiatan itu memperluas pasar fine coffee sekaligus menambah pamor Rumah Kopi Ranin. Pada 2014, IPB memiliki program konservasi hutan di kawasan Puncak. IPB menyarankan petani kopi di Kampung Cibulao berkonsultasi dengan Rumah Kopi Ranin terkait produksi kopi berkualitas sebab biji kopi mereka banyak berlubang, berjamur, dan kotor.
Setelah dipilih dan diolah di Rumah Kopi Ranin, petani kaget karena kopi mereka terasa enak. Petani selanjutnya diberi pendampingan berkala. Hasilnya, Kopi Cibulao meraih peringkat pertama tingkat nasional kopi robusta pada Kontes Kopi Spesialti Indonesia (KKSI) pada 2016.
Tejo dan Uji juga menjadi percaya diri dengan metode pengajaran mereka. Sejak 2017 sampai sekarang, Rumah Kopi Ranin menggelar sekolah kopi di berbagai lokasi di Indonesia. Sekolah kopi yang digelar itu biasanya merupakan kolaborasi dengan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), pemerintah daerah, kampus, atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Ada juga pendampingan yang dibuat atas inisiatif pribadi Rumah Kopi Ranin.
Selain mendongkrak harga kopi petani, Rumah Kopi Ranin turut menjadi pasar bagi kopi dan hasil bumi lainnya dari petani yang didampingi. Dalam setahun, kedai kopi ini bisa memesan lima ton kopi dari sekitar 10 petani yang menjadi mitra, seperti dari Cibulao, Garut, dan Enrekang. Tak lupa, nama dan asal petani tertera pada bungkusan kopi yang dijual ke pelanggan.
“Harapan kami adalah petani kopi bisa berbahagia dan sejahtera. Semoga pendampingan ini bisa membuat petani mengubah kopi dari sekadar komoditas menjadi makanan dengan cita rasa bermutu sehingga nilainya bisa naik tiga hingga empat kali lipat,” tutur Tejo.
KOMPAS/ELSA EMIRIA LEBA--Suasana Rumah Kopi Ranin di Desa Cikarawang, Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/5/2021). Selain menjual kopi dari petani kecil, Rumah Kopi Ranin berkembang menjadi sekolah kopi nonformal bagi keluarga petani, pelanggan, dan mahasiswa. Rumah Kopi Ranin, kependekan dari Rakyat Tani Indonesia, didirikan oleh Tejo Pramono dan Uji Sapitu sejak tahun 2012
Tejo Pramono
Lahir : Banyuwangi, 16 Desember 1972
Pendidikan : S-1 Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Istri : Jessica Puspadayasari
Uji Sapitu
Lahir : Wonosobo, 9 Januari 1972
Istri : Bintari Premati Dewi
Pendidikan : S-1 Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Prestasi : R Grader, Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI) as Principle from Specialty Coffee Association America (SCAA), 2011
Oleh ELSA EMIRIA LEBA
Editor: DAHONO FITRIANTO
Sumber: Kompas, 18 Mei 2021
No comments:
Post a Comment