KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA----Deasy Esterina (30), asal Ambarawa, Kabupaten Semarang, pendiri Kreskros yang memproduksi tas berbahan baku kantong kresek, di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (13/4/2021).
Di tangan Deasy Esterina (30), kantong kresek bekas bisa ”disulap”menjadi tas berkelas. Ia menjual produknya antara ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Deasy Esterina (30) berhasil mengubah kresek bekas jadi tas berkelas berharga ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Ia bekerja sama dengan pengepul sampah dan para ibu rumah tangga untuk membangun usaha ramah lingkungan ini terus membesar.
Kecintaan Deasy pada dunia kerajinan (crafting) tumbuh jelang masa akhir kuliahnya di jurusan Aristektur Interior, Universitas Ciputra, Surabaya, Jawa Timur. Sebelum menyelesaikan tugas akhir, ia sempat magang di beberapa tempat, salah satunya di Tobucil & Klabs di Bandung, Jawa Barat. Di sana, ia belajar merajut dan bergaul dengan banyak orang dengan berbagai latar belakang mulai penulis, musisi, dan pekerja kreatif lainnya.
Selepas masa magang, ia masih sering membuat kerajinan untuk diri sendiri dan teman-temannya. Pada 2014, ia didorong teman-temannya untuk turut serta di acara festival dan bazar Design It Yourself Surabaya (DIYSUB) yang menjadi ruang untuk menampilkan karya para desainer, seniman, serta musisi di Surabaya.
Deasy menampilkan kerajinan berbahan kantong kresek. Alasannya sederhana, yakni memanfaatkan bahan bekas yang tidak perlu dibeli. "Kebetulan di tempat kos banyak kresek. Jadi, kenapa tidak saya manfaatkan saja," kata Deasy, saat dihubungi dari Semarang, Kamis (8/4/2021).
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA----Deasy Esterina dengan produknya berupa tas yang berbahan plastik hasil daur ulang di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (25/3/2019). Dengan memanfaatkan limbah plastik kombinasi kanvas dan kulit, Deasy bersama timnya menghasilkan kerajinan tas yang dapat mengikuti tren mode saat ini. Mengusung merek Kreskros mereka memasarkan melalui jaringan digital dan sejumlah butik.
Ia membuat notebook, totebag, dan tempat pensil. Tidak disangka, produk-produknya ludes. Orang-orang yang tak kebagian terus menanyakan kapan produk-produk itu tersedia lagi. Di titik itulah ia mulai terpikir hobinya bisa dikembangkan menjadi bisnis.
Pada pengujung 2014, Deasy pulang ke Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Selama 1,5 tahun ia mendalami segala hal tentang perencanaan dan prakiraan bisnis. Ilmu-ilmu yang didapatnya selama perkuliahan ia pelajari kembali. Dua tahun kemudian, ia membuat merek produk kerajinan dengan merek Kreskros, akronim dari kresek dan crochet (merajut). Saat itu, ia menggunakan kresek warna hitam dan putih.
Seiring perkembangan usahanya, Deasy melibatkan para ibu rumah tangga di sekitarnya. Mereka boleh mengerjakan pekerjaan di waktu luang di rumah masing-masing. Hingga awal 2020 atau sebelum pandemi, ia mempekerjakan 17 pekerja, termasuk sembilan perajut dan tiga penjahit.
Ia juga bekerja sama dengan pengepul limbah kresek. Setiap 3-4 bulan sekali, Deasy memperoleh 70-150 kilogram limbah kresek. Setelah dicuci bersih, disambung, atau dirajut, limbah kresek dipotong sesuai pola. Bahan-bahan itu dipadu dengan bahan lain seperti kulit dan katun organik lantas “disulap” menjadi aneka produk seperti tas jinjing, ransel, tas laptop, dan aneka cendera mata.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA---Salah satu produk Kreskros, yang dibuat dari kantong kresek dengan teknik heat press atau diseterika.
Dalam sebulan, Deasy bisa menghasilkan sekitar 500 produk. Produk itu ia pasarkan melalui situs penjualan daring dan beberapa gerai di Jakarta dan Bali. Selain itu, ia memiliki pelanggan dari luar negeri antara lain Australia, Kanada, dan Singapura.
Isu lingkungan
Kreskros berkembang cepat sejak 2016. Deasy memperkirakan faktor pendorongnya kemungkinan terkait gencarnya isu lingkungan belakangan ini. Oleh karena itu, produk berbahan daur ulang limbah seperti Kreskros diminati pasar. “Omzet meningkat pesat dari sekitar Rp 10 juta per bulan hingga tembus Rp 300 juta per bulan," kata Deasy yang rajin mengikuti pameran produk termasuk Trade Expo Indonesia 2016 dan The Jakarta International Handicraft Trade Fair (Inacraft).
Deasy mengakui pada awal merintis usaha, ia hanya berusaha memanfaatkan bahan limbah seperti kresek. Seiring waktu, ia menyadari bahwa usaha yang ia jalankan berkonstribusi pada kelestarian lingkungan sekitar. Karena itu, ia mulai menaruh perhatian pada dampak usaha terhadap lingkungan. “Itulah mengapa saat ini kami tidak hanya bikin produk, tetapi juga menyediakan pelatihan," ujar Deasy.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA----Deasy bersama tim kreatifnya mendesain produk tas bermerek KresKros yang berbahan limbah daur ulang plastik di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (25/3/2019). Inovasi desain produk yang kekinian dengan target pasar menengah atas menjadi sasaran penjualan tas dari limbah plastik tersebut.
Seperti kebanyakan usaha lainnya, Kreskros juga terdampak pandemi Covid-19. Omset usaha ini bahkan merosot hingga 90 persen. Deasy pun terpaksa mengurangi jumlah pekerja. Kini, dari belasan pekerja hanya tersisa dua perajut dan penjahit yang masih aktif.
Meski begitu, pandemi juga memberi kesempatan lain pada Deasy. Ia kini punya banyak waktu untuk memberi pelatihan membuat produk berbahan limbah plastik di perguruan tinggi, perusahaan, hingga ke desa-desa. Dengan begitu, kemampuannya untuk memanfaatkan limbah plastik bisa ditularkan ke sebanyak mungkin orang. "Jadi, ini (pandemi) juga jadi momentum untuk berbagi," kata Deasy.
Sambil berbagi, ia berusaha mempertahankan usahanya dengan menawarkan produk-produk Kreskros pada jaringan pelanggan lamanya.
Deasy Esterina
Lahir: Ambarawa, Kabupaten Semarang, 7 Desember 1990
Pendidikan:
SMA Negeri 1 Salatiga (2005-2008)
S1 Arsitektur Interior, Universitas Ciputra Surabaya (2008-2013)
Penghargaan:
Indonesia Good Design Award (2018)
Pemenang Ketiga Asephi Emerging Award (2018)
Sustainable Business Awards Indonesia (2018)
Perempuan Pengusaha Daur Ulang Limbah Plastik Profesional Termuda dari Leprid (2019)
Pemenang Ketiga Produk Kriya Deskranasda Jawa Tengah (2019)
Oleh ADITYA PUTRA PERDANA
Editor: BUDI SUWARNA
Sumber: Kompas, 19 April 2021
No comments:
Post a Comment