Friday, September 10, 2021

Rahmat AlBaghory Peternak Sapi Perah di Ibukota Jakarta

Di tengah pandemi, orang-orang ramai mengonsumsi makanan atau minuman yang kaya akan protein untuk meningkatkan imun tubuh agar terhindar dari virus COVID-19. Salah satu minuman yang diserbu masyarakat adalah susu sapi. 

Di masa pandemi, banyak pengusaha yang gulung tikar, namun banyak juga yang bertahan, kalau tidak bisa dibilang mendulang berkah. Salah satunya yang bertahan dari hantaman pandemi adalah peternak sapi perah susu segar Cibubur Garden Diary (Cibugary) yang ada di kawasan Jakarta Timur, tepatnya di Jalan Peternakan Raya, Blok C No. 12, Pondok Ranggon. Saat Majalah Gontor tiba di kawasan asri ini, jam masih menunjukkan pukul 06.30 WIB. 

Saat itu, proses pemerahan susu segar dari sapi sedang berlangsung. Bersama pengelola peternak Rahmat Hidayat yang akrab dipanggil Rahmat al-Baghory, kami pun berbincang seputar usaha ternaknya. 

Sejak kelas 4 Sekolah Dasar, Rahmat mengenal sapi. Maklum, ketika itu orangtuanya yang ternak sapi perah su-dah rnelibatkan Rahmat kecil untuk berbaur dengan sapi. Bukan hanya memerah susu, tapi juga membantu merawat. "Saya sudah kenal sapi sejak kecil, bahkan saat SMP saya dipanggil sapi sama teman-teman saya," kisahnya kepada Majalah Gontor. 

Di tahun 1980-an, peternakan sapi perah ini berlokasi di kawasan Mega Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan. Rahmat menyebut bahwa dahulu di kawasan pusat bisnis Mega Kuningan, banyak pelaku peternakan sapi. Kedua orang tuanya H. Sholahuddin Abdul Fatah dan Hj. Siti Laela merupakan peternak sapi asli Betawi. 

Kemudian karena ada proyek pembangunan, para pe-temak direlokasi ke Pondok Ranggon, Cibubur. "Dulunya peternak berada di tengah kota Jakarta, namun karena Kuningan dijadikan kawasan perkantoran oleh Pemda DKI, maka mereka dipindahkan di Pondok Ranggon Cibubur," kata Rahmat alBaghory. 

Seiring berjalannya waktu, Pondok Ranggon dikenal sebagai sentra peternak sapi perah. Permintaan susu segar di kawasan pinggiran Jakarta pun semakin tinggi. Bahkan masyarakat di sekitar kampung banyak yang berdatangan tidak hanya membeli susu segar, tapi juga ingin tahu bagaimana proses pengolahan susu, mulai dari diperah hingga bisa dikonsumsi. 

Tak tinggal diam, para peternak pun memanfaatkan momen tersebut. "Dari sanalah maka muncul ide untuk mengubah peternakan sapi perah sekaligus menjacu sebuan lokasi wisata dengan konsep wisata edukasi yang memberikan pengetahuan kepada masyarakat bagaimana proses pengolahan susu," jelas Rahmat. 

Terbukti, Cibugary telah menjadi daya tarik tersendiri bagi anak-anak maupun orangtUa. Pasalnya; kegiatan memerah susu yang dilakukan oleh peternak jarang dijumpai di kota besar sekelas Jakarta. Apalagi mereka yang datang bisa melakukan kegiatan layaknya seorang peternak sapi perah, seperti membersihkan sapi, memberikan pakan, serta melihat anak sapi yang sedang diberi susu dengan meng-gunakan dot. 

Bahkan dalam sekali waktu, mereka bisa menyaksikan sapi sedang melahirkan. "Jika beruntung, pengunjung juga bisa melihat sapi sedang melahirkan anaknya dan melihat anak-anak sapi yang baru saja lahir sehingga pengunjung juga bisa melihat sekilas tentang perkembangan sapi," ucap Rahmat. 

Saat ini ada sebanyak 70 ekor sapi, di antaranya untuk sapi produksi ada 50 ekor. Perhari peternakan Cibugary dapat menghasilkan sebanyak 300-400 liter susu segar. Sedangkan untuk waktu perahan susu dibagi menjadi dua kali pemerahan, yaitu jam 05.00 WIB dan jam 14.00 WIB. 

Konsumennya pun berasal dari berbagai kalangan. Tak sedikit konsumen langganan yang berasal dari restoran, kedai susu, sekolah, dan pabrik. Ada pula konsumen yang mengambil langsung susu ke Cibugary. "Untuk pemasaran kita 80 persen konsumen langsung, sisanya 20 persen olahan," katanya. 

Sebelum ada pandemi COVID-19, Cibugary banyak dikunjungi oleh para pecinta susu segar dari mancanegara dan lokal. Dari mancanegara, seperti Australia, Amerika, Bangladesh, Italia, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk lokal dari luar Jawa dan Jawa banyak yang ingin menikmati susu segar Cibugary. 

Rahmat sebagai penerus peternak susu sapi terus memberikan edukasi kepada pengunjung yang singgah di Istana Cibugary. "Saya ingin masyarakat sejak kecil mengenal susu dan mengonsumsinya, dan mengembalikan tauhid masyarakat muslim agar mencintai produk yang diciptakan oleh Allah. Niat awalnya itu," jelasnya.

Sejak tahun 1994, perjalanan Rahmat membesarkan Istana Cibugary bukan tanpa tantangan. Setelah 12 tahun berjalan, tepatnya di tahun 2006, ia dikhianati oleh rekan sendiri. Sehingga yang awalnya Cibugary menjadi Suplier susu 1,3 ton per hari di salah satu industri harus kehilangan pasar karena peng-khianatan itu. 

"Pada 1 Juli 2006, Allah uji dengan teman yang mengkhianati. Namun, ayah kala itu memberi pesan: ini takdir Allah jangan salahkan orang, meski itu teman dekatmu yang melakukan. Kamu tidak boleh marah, tidak dendam, dan harus pasrah kepada Allah. Demikian pesan ayah saat itu," jelasnya. 

Karena hutang masih banyak, akhirnya ia memulai lagi dari nol. Ia berinisiatif dengan cara membangun pasar ritel ke beberapa lembaga sekolah, koperasi, dan lain sebagainya. Alhamdulillah hingga sekarang Cibugary bisa berjalan dan terus memproduksi susu segar," ungkapnya. 

Rahmat juga menceritakan bagaimana usai menamatkan dari Pondok Modern Darussalam Gontor tahun 1991. Ia melanjutkan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah. Di sela-sela menjadi mahasiswa, ia sembari titip jual susu di kantin kampus. "Teman-teman memanggil saya sapi, hai sapi ada susu nggak," kelakar Rahmat mengenang masa-masa dagang susu di kampus. 

Tak hanya itu, Rahmat juga sering mangkal di lampu merah Pasar Rebo untuk menjual susu botolan. Bahkan kerap kali muridnya melihat dirinya berjualan susu di sekitar Pasar Rebo. "Saya hari Jumat dan Sabtu mengajar di madrasah di wilayah Ciracas. jadi, selesai mengajar saya jualan susu," kenangnya. 

Setelah memulai dari nol lagi, akhirnya Rahmat kembangkan wisata edukasi yang pernah ia rintis. Hasilnya, Allah angkat Istana Cibugary melalui media-media yang datang ke sana. Bisa dibilang, hampir semua stasiun televisi swasta saat itu pernah meliput dan mengangkat nama Cibugary. 

Pergulatannya dengan sapi perah susu segar menjadikan Rahmat kerap menjadi narasumber tentang pengelolaan ternak sapi plus wisata edukasi untuk masyarakat. Ia juga terus mengampanyekan Gerakan Putih Indonesia, yaitu gemar konsumsi susu murni menuju Indonesia putih yang sehat, kuat dan cerdas di masa yang akan datang. 

"Mengambil karamah para kiai saya di Gontor, jika dari Gontor akan tumbuh seribu Gontor di seluruh Indonesia, maka saya mengambil keberkahan para kiai. Dari kandang kecil Cibugary, akan tumbuh satu juta peternak sapi perah di Indonesia," tuturnya penuh semangat. 

Rahmat juga bermimpi, nantinya di kawasan pinggiran jakarta ini bisa lahir Kampung Sapi Betawi dengan susu segar yang bisa dikonsumsi masyarakat. "Saya juga akan mengembangkan peternakan dengan metode pesantren agar pesantren-pesantren bisa mengembangkan sapi perah di seluruh Indonesia," tandasnya. 

Sumber: Majalah Gontor, Edisi 05 Tahun XIX, Muharram 1443 – Shafar 1443 H/ September 2021





No comments:

Post a Comment