Saturday, August 15, 2020

Tekad Vita Krisnadewi Menempa Peternak Milenial

KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO---Vita Krisnadewi (44) saat berada di tengah peternakannya, di Sinatria Farm, Dusun Dero Wetan, Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (24/7/2020). Lewat bisnis itu, ia membuka diri terhadap anak muda yang ingin belajar beternak di peternakan yang dikelolanya. Ini didasari keprihatinan minimnya regenerasi peternak.

Vita Krisnadewi mengajak generasi milenial untuk terjun ke peternakan. Dengan energi yang besar, mereka bisa memajukan peternakan di Yogyakarta.
Di saat kecanggihan teknologi menawarkan berbagai profesi baru yang terlihat lebih mapan, kian jarang anak muda mau bergelut di bidang peternakan. Gerah dengan situasi itu, Vita Krisnadewi (44), mencipta “kawah candradimuka” bagi peternak milenial.

Suara embikan domba terdengar saling menyaut memasuki kompleks Sinatria Farm di Dusun Dero Wetan, Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (24/7/2020). Dua pemuda tampak asyik menghadap komputer jinjing mencermati sejumlah angka. Sesekali keduanya berdiskusi dengan Vita yang berada di sebelahnya.

“Mereka sedang mengamati data pengelolaan ternak. Di Sinatria Farm, rata-rata yang bekerja masih milenial. Berusia di bawah tiga puluh tahun. Membimbing anak-anak muda ini jadi tantangan. Saya seperti punya dua keluarga. Anak-anak di rumah dan anak-anak di sini,” ujar Vita disusul senyum lebar.

Selepas menyelesaikan kuliah S1 dan S2 di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Vita merantau ke Kalimantan Timur menjadi dosen jurusan peternakan di Universitas Mulawarman. Ia menjadi pengajar di perguruan tinggi tersebut pada 2004-2013. Tahun 2013, karena alasan keluarga, ia mengundurkan diri sebagai pengajar berstatus aparatur sipil negara tersebut.

“Waktu itu, anak saya sakit. Kondisinya mengharuskan saya seminggu tiga kali untuk memeriksakan anak saya ke RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta,” tutur Vita, perempuan kelahiran Godean, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut.

Sejak anaknya sakit, ia lebih sering tinggal di Sleman bersama orang tuanya. “Lama-lama, saya tidak nyaman jika menerima gaji buta. Maka, saya mengundurkan diri,” ujar dia.

KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO---Vita Krisnadewi mengecek kondisi seekor kambing, di Sinatria Farm, Dusun Dero Wetan, Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (24/7/2020).

Pada 2016, anaknya sembuh. Saat itu, Vita tak punya kegiatan selain mengurus rumah tangga. Setelah berkali-kali didorong suaminya, ia terpikir berbisnis ternak. Gayung bersambut, ada seorang lulusan sarjana baru dari UGM yang mengajaknya berternak kambing ettawa.

Namun, usaha itu gagal. Padahal, modal sebanyak Rp 50 juta telah dikucurkan dari tabungannya selama jadi pengajar. Ternak kambingnya hanya dapat dijual kembali seharga Rp 4 juta.

“Dalam kondisi seperti itu, suami kembali menantang saya. ‘Masak kayak gitu aja nyerah’. Itu yang diucapkan suami saya. Saya diminta membuat rancangan usaha selanjutnya,” kata Vita.

Semangat pemberdayaan
Vita lalu teringat semangatnya sejak menjadi dosen adalah pemberdayaan warga. Ia mengenang, dana pengabdian selalu diambilnya setiap tahun untuk membuat berbagai program pemberdayaan. Ia senang bertemu dengan banyak orang dan ikut mencarikan solusi atas persoalan-persoalan sosial.

Akhirnya, Mei 2018, ia mendirikan Sinatria Farm. Karena tak punya lahan, Vita punya ide untuk bekerja sama dengan pemerintah desa guna meminjam tanah kas. Rencana itu disambut baik seorang kenalannya, perangkat desa di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman. Ia ditawari memanfaatkan tanah kas desa jatah kenalan Vita itu seluas 8.000 meter persegi.

Namun, warga menolak saat rencana pembangunan peternakan itu disosialisasikan. Asalan mereka, lahan tersebut berbatasan langsung dengan permukiman. Mereka tak ingin permukiman terganggu bau kotoran ternak.

KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO---Vita Krisnadewi merupakan mantan dosen peternakan yang selanjutnya terjun langsung di dunia bisnis peternakan.

Akhirnya, rencana itu dibatalkan. Kenalan Vita itu lalu menawarkan lahan lain milik kerabatnya yang lokasinya jauh dari permukiman. Luasnya lebih kurang 4.000 meter persegi. Setelah memastikan tak ada keberatan, Vita mendirikan Sinatria Farm di sana.

Total modal awal sekitar Rp 150 juta dikucurkan dari tabungannya. Uang itu digunakan untuk menyewa tanah, membangun kandang, hingga membeli ternak. Semuanya dilakukan bertahap.

Untuk mengurus peternakannya, Vita sengaja memilih anak muda. Ia ingin mendekatkan anak muda dengan dunia peternakan melalui Sinatria Farm. Langkah itu diawali dengan mengajak lulusan baru fakultas peternakan bekerja di tempatnya. Ia menemukan lulusan baru itu lewat jejaring alumni. Tawaran bekerja disampaikan secara berantai. Kini, ada empat orang karyawan di peternakan itu, yang semuanya masih berusia di bawah 30 tahun.

Sejak awal, Vita mendesain Sinatria Farm dengan konsep peternakan modern. Misalnya, dalam sistem pengelolaan kotoran ternak dilakukan sedemikian rupa hingga mampu menghilangkan bau tak sedap baik urine maupun fesesnya.

Sementara kandangnya dibuat berbentuk panggung dengan teknologi pengelolaan limbah yang mampu memisahkan urine dan kotoran kemudian diolah menjadi pupuk. Pupuk itu bisa diambil gratis oleh masyarakat sekitar peternakan.

Vita menyampaikan, konsep peternakan modern tersebut diyakini dapat menarik minat anak muda belajar peternakan. Untuk itu, ia membuka kesempatan seluas-luasnya bagi siapa saja yang ingin belajar serba-serbi peternakan di Sinatria Farm. Tidak ada pungutan biaya sepeser pun. Ini sesuai tujuan awal didirikannya peternakan tersebut, yakni menggelorakan gairah beternak dan memunculkan bibit-bibit peternak muda.

“Saya ingin Sinatria Farm menjadi tempat belajar yang asyik bagi siapa saja, khususnya anak-anak muda. Dari situ, semoga dapat menumbuhkan semangat mereka agar mau terjun di peternakan,” kata ibu empat anak ini.

Menurut Vita, generasi milenial memiliki energi tinggi. Ide yang muncul pun seolah tak ada habisnya. “Misalnya, ada yang juga punya minat pariwisata. Dia mengusulkan peternakan dibuat menjadi eduwisata. Ada juga yang punya minat di IT (teknologi informasi). Dia ingin menghidupkan website yang tak terkelola. Ide-ide ini ditampung lalu diwujudkan satu per satu,” kata Vita.

Sinatria Farm mampu mendatangkan 50-100 orang pengunjung di hari biasa. Akhir pekan, jumlah pengunjungnya dapat lebih 200 orang. Pengunjung akan dilayani untuk melihat-lihat ternak hingga berswafoto dengan ternak. Para pengunjungnya dari kalangan keluarga, pelajar, hingga mahasiswa.

Adapun pemasaran ternak dilakukan secara digital. Media sosial dan situs resmi peternakan tersebut dioptimalkan. “Pasarnya datang dari posting­-an anak-anak itu. Hal-hal seperti ini sebelumnya tidak terpikirkan tanpa mereka,” kata Vita.

Kini, peternakan tersebut dapat menghasilkan Rp 100-Rp 200 juta per bulan. Penghasilan bertambah hingga lebih dari Rp 200 juta saat ada perayaan khusus, seperti hari raya Idul Adha.

Berbagi
Di Sinatria Farm, Vita rutin menggelar kelas gratis pengelolaan ternak setiap Selasa hingga Kamis. Pesertanya datang dari banyak daerah seperti Aceh, Papua, Kalimantan, dan sejumlah wilayah di Pulau Jawa. Selain itu, tips beternak rutin dibagikan lewat video yang diunggah melalui kanal Youtube. Sudah ada lebih dari 50 video yang diunggah oleh akun “Sinatria Farm” dalam kanal tersebut. Tips yang diberikan mulai dari perawatan hewan dan kandang hingga pengelolaan modal.

Meski begitu, Vita mengakui, mengajak anak muda memasuki bisnis peternakan tidak mudah. Kebanyakan cukup mudah bosan. Suasana hati pun gampang berubah. Persoalan itu diselesaikan dengan cara berkomunikasi yang sejajar. Tidak menggurui, tetapi mengedepankan diskusi.

Sejauh ini, sedikitnya ada 30 anak muda hasil gemblengan Sinatria Farm yang selanjutnya mendirikan peternakan di daerahnya masing-masing usai “magang” di peternakan tersebut, meski hanya beberapa pekan. Bahkan, mereka juga mendirikan komunitas peternak muda di daerah masing-masing.

Semangat menggeluti dunia peternakan pun disebarluaskan. Salah satunya dengan membuat video blog berisi aktivitas di peternakan masing-masing. Hal itu menjadi nilai tambah bagi aktivitas beternak. Sebab, dengan terpaan media sosial saat ini, penyampaian pesan melalui YouTube bisa membuat beternak terlihat sebagai aktivitas yang keren.

Kini, Vita masih punya mimpi Sinatria Farm berkembang menjadi peternakan dan pembibitan ternak berskala besar. Bukan hanya dari segi bisnis, tetapi menjadi tempat belajar yang lebih menarik bagi generasi muda. Dengan begitu, pembangunan peternakan nasional lebih cepat maju.

NINO.CITRA--Vita Krisnadewi memiliki keprihatinan akan regenerasi peternak. Awalnya, ia merupakan salah seorang dosen dari Jurusan Peternakan, di Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman, mulai 2004. Pada 2013, ada alasan keluarga yang membuatnya harus mengundurkan diri dari pekerjaannya itu. Berhenti menjadi dosen bukan berarti berhenti berbagi ilmu. Kini, ia terjun langsung di dunia peternakan dengan mendirikan Sinatria Farm. Dari peternakan tersebut, ia berbagi ilmu beternak dan mengajak generasi muda terjun di dunia peternakan.

Vita Krisnadewi, S.Pt., M.Sc,

Lahir : Bantul, 7 Mei 1976

Suami: M Rozai, S.IP., M. AP.

Anak: 4

Pendidikan :
SD Inpres Tunjungan Bantul (1982)
SMP N 1 Sanden, Bantul (1988)
SMA N 8 Yogyakarta (1991)
S1 Fakultas Peternakan UGM (1994)
S2 Magister Ilmu dan Industri Peternakan UGM (2008)

Aktivitas :
Dosen Peternakan di Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur (2004-2013)
Sinatria Farm (2018-sekarang)

Oleh  NINO CITRA ANUGRAHANTO

Editor:   MARIA SUSY BERINDRA

Sumber: Kompas, 14 Agustus 2020

1 comment:

  1. I truly welcome this superb post that you have accommodated us. I guarantee this would be valuable for the vast majority of the general population. cmd368

    ReplyDelete